> >

Profil Abdul Hadi WM yang Tutup Usia Hari Ini, Ahli Filsafat dan Perintis Ikatan Alumni Muhammadiyah

Humaniora | 19 Januari 2024, 10:05 WIB
Profil Abdul Hadi WM yang meninggal dunia, Jumat (19/1/2024) (Sumber: Gramedia)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Abdul Hadi Widji Muthari atau dikenal dengan Abdul Hadi W.M. meninggal dunia hari ini, Jumat (19/1/2024) di usia 77 tahun.

Sastrawan sekaligus ahli filsafat tersebut mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto pukul 03.36 WIB dini hari karena sakit.

"Jenasah akan disemayamkan di rumah duka: Vila Mahkota Pesona Jatiasih, Bojong Kulur dari RSPAD Gatot Subroto. Dan rencananya akan dimakamkan di taman pemakaman setempat ba'da salat Jumat," kata anak Abdul Hadi, Gayatri Muthari melalui pesang singkat, Jumat.

Abdul Hadi WM merupakan salah satu sastrawan yang karya-karyanya mendapatkan banyak pernghargaan. Berikut profilnya.

Baca Juga: Kabar Duka, Sastrawan Abdul Hadi WM Meninggal Dunia di Usia 77 Tahun

Profil Abdul Hadi WM

Abdul Hadi Widji Muthari lahir di Sumenep, 24 Juni 1946 dan merupakan keturunan dari saudagar Tiongkok yang hijrah dan menetap di Sumenep.

Ia lahir dari seorang ibu bernama RA Sumartiyah seorang putri bangsawan dari Keraton Surakarta, sedangkan ayahnya adalah seorang saudagar muslim Tionghoa dan seorang guru.

Abdul berasal dari kalangan keluarga muslim yang taat beribadah yang juga memiliki pesantren bernama “Pesantren An-Naba”.

Melansir jurnal uinjkt.ac.id, sejak kecil, Abdul Hadi sudah berkenalan dengan bacaan-bacaan yang berat dari pemikir seperti Plato, Socrates, Imam Gozali, Rabindranath Tagore, dan Muhammad Iqbal.

Menempuh pendidikan sekolah menengah pertamanya (SMP) di Sumenep, Abdul juga mencintai puisi-puisi karya Chairil Anwar dan Amir Hamzah.

Setelah lulus SMP, ia merantau ke Surabaya untuk melanjutkan sekolah menengah awal (SMA). Setelah lulus SMA, ia mendaftar ke Universitas Gadjah Mada, mengambil jurusan Filologi dan berhasil menempuh kuliah hanya dalam kurun waktu 2 tahun lamanya (1965-1967) karena itu ia dinobatkan sebagai sarjana muda.

Baca Juga: Kisah Utuy Tatang Sontani, Sastrawan Indonesia yang Dimakamkan di Rusia karena Konflik Ideologi

Setelah memperoleh pendidikan di Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Abdul hadi kemudian menempuh pendidikan di Fakultas Filsafat di Universitas yang sama untuk selanjutnya mendapat gelar doktoral di tahun 1968-1971.

Abdul Hadi selalu merasa haus terhadap ilmu pengetahuan. Ia pindah ke Bandung untuk lagi-lagi mendapatkan pendidikan. Di Bandung, ia berkuliah di Universitas Padjadjaran, Jurusan Antropologi, Fakultas Sastra pada tahun 1971-1973.

Tidak berhenti di Bandung, ia kemudian mengambil Program Studi Antropologi selama setahun (1973-1974) untuk mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat.

Pendidikannya pun tidak berhenti sampai di Amerika, dibuktikan dengan keinginan untuk melanjutkan pendidikan di Hamburg, Jerman selama beberapa tahun guna mendalami sastra dan filsafat.

Tahun 1992, Abdul Hadi W.M. mendapatkan kesempatan untuk mengambil gelar master dan doktor filsafat dari Universitas Sains Malaysia di Penang, Malaysia.

Karirnya di bidang akademik dimulai saat menjadi dosen mata kuliah penulisan kreatif, di Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan Institut Kesenian Jakarta.

Pada tahun 1991 ia mendapat tawaran menjadi penulis tamu juga dosen di university Sains Malaysia. Selama 6 tahun ia tinggal di Malasia antara tahun 1991-1997.

Setelah kembali ke Indonesia, ia menjadi ketua Dewan Kurator Bayt Alquran dan Museum Istiqlal, serta anggota lembaga sensor film.

Sebagai penyair dan penulis esai terkemuka, Abdul Hadi W.M. telah memperolah berbagai penghargaan antara lain:

  • Tahun 1969, Abdul Hadi W.M memperoleh hadiah puisi terbaik II majalah sastra Horison
  • Tahun 1978 Hadiah Buku Puisi Terbaik Dewan Kesenian Jakarta
  • Tahun 1979 Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia
  • Tahun 1985 Sea Write Award di Bangkok Tailand
  • Tahun 2003 Anugerah Mastera (Majelis Sastra Asia Tenggara)
  • Tahun 2010 penghargaan Styalancana Kebudayaan Pemerintah Republik Indonesia.
  • Penghargaan dari Universitas Internasional AlMustafa, Qum Iran, 2011
  • Penghargaan Tertinggi untuk Kebudayaan (Satya Lencana Kebudayaan) dari Presiden RI, 2011.

Baca Juga: Jejak dan Pengaruh Hamzah Fansuri, Sastrawan dan Ulama Tasawuf Abad ke-16

Puisi-puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Jepang, Jerman, China, Thailand, Arab, Bengali, Urdu, Korea, dan Spanyol.

Beberapa karyanya yang terpatri di hati penikmat sastra yaitu Laut Belum Pasang (1971), Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975), kumpulan sajak yang berjudul Anak Laut Anak Angin (1984), Meditasi Kembali ke Akar Kembali ke Sumber (1999), Modin Karok (1983), Islam Cakrawala Estetik dan Budaya (1999), Tasawuf yang Tertindas (2001), dan masih banyak lagi. 

Selain sebagai sastrawan, filsuf, dan budayawan, ia tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Falsafah Universitas Paramadina, Jakarta, dosen luar biasa FIB Universitas Indonesia (UI), dosen pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta, The Islamic College for Advance Studies (ICAS) London, Kampus Jakarta.

Salah Satu Pendiri IMM

Ikatan Alumni Muhammadiyah atau IMM merupakan organisasi otonom di bawah naungan persyarikatan Muhammadiyah yang diperuntukan di kalangan/ jenjang mahasiswa baik di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) itu sendiri maupun di universitas swasta dan negeri lainnya.

Berdiri di Yogyakarta, pada tanggal 14 Maret 1964 M/ 29 Syawwal 1384 H. IMM didirikan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah, salah satunya Abdul Hadi W.M.

Beberapa tokoh Muhammadiyah yang turut menjadi perintis IMM yaitu Djazman Al-Kindi, Soedibyo Markus, dan Rosyad Saleh, Amien Rais, Marzuki Usman, Yahya Muhaimin, Sukiriyono, Djaginduang Dalimunthe, Bahransjah Usman, Sjamsu Udaya Nurdin, Muhammad Ichsan, Zulfaddin Hanafiah, Zainuddin Sialla, N. Adnan Razak, Mohammad Arief, Sofyan Tanjung, Bachtiar Achsan, Abuseri Dimyati, Ummi Kalsum, Zulkabir, Aida Saleh, Sugiarto Qosim, dan Tabrani Idris.

Baca Juga: Profil Abdoel Moeis, Sastrawan yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional Pertama

Pendirian IMM diwacanakan sejak tahun 1936, pada muktamar seperempat abad Muhammadiyah dalam rangka menghimpun para mahasiswa dan pendirian perguruan tinggi Muhammadiyah saat itu.

Menjelang Muktamar ke-36, setengah abad Muhammadiyah, tahun 1962, diadakanlah kongres mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta.

Dalam kongres ini menguat kembali wacana untuk membentuk organisasi otonom Muhammadiyah sendiri dan melepaskan diri dari departemen kemahasiswaan Pemuda Muhammadiyah.

Pada akhirnya, 14 Maret 1964 K.H Ahmad Baidowi selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu merestui pendirian organisasi otonom Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.

Mohammad Djazman Al-Kindi ditunjuk sebagai Ketua Umum Musyawarah Nasional pertama IMM yang segera dilaksanakan pada tanggal 1 – 5 Mei 1965 di Surakarta

Musyawarah Nasional pertama IMM itu menghasilkan Deklarasi Kota Barat (Dekobar) dan kemudian diberikan nota restu oleh Presiden Soekarno secara langsung pada 16 Februari 1966, di Istana Negara.

Penulis : Dian Nita Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU