> >

MK Tolak Uji Materiil Batas Usia Capres-Cawapres, Zaenal Arifin: Bom Waktu Sengketa Pilpres 2024

Hukum | 16 Januari 2024, 22:17 WIB
Sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Jakarta, Selasa (16/1/2024). (Sumber: ANTARA/Fath Putra Mulya)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima pengujian materiil Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), mengenai batas usia Capres-Cawapres. 

Gugatan uji materiil dengan nomor perkara 145/PUU-XXI/2023 itu dilayangkan oleh akedemisi yang juga pakar hukum tata negara, Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar. Putusan dibacakan dalam sidang MK, Selasa (16/1/2024).

Denny menilai dengan mengabulkan gugatan yang dilayangkan pihaknya merupakan sebuah kesempatan bagi MK dalam memperbaiki dan menyelamatkan demokrasi. 

Sayangnya MK memilih untuk tidak berani mengoreksi Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang didasari skandal keluarga. 

Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 menjadi pintu masuk Gibran lolos dalam persyaratan menjadi calon wakil presiden. 

Baca Juga: [FULL] MK Tolak Uji Formil Syarat Usia Capres dan Cawapres, 2 Hakim ‘Concurring Opinion’

Di sisi lain dalam sidang Majelis Kehormatan MK, enam hakim MK sebagai terlapor, yang turut memutus perakara Nomor 90/PUU-XXI/2023 secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.

Putusan Majelis Kehormatan MK tersebut tertuang dalam keputusan Nomor 5/MKMK/L/10/2023 terkait laporan pelanggaran etik dengan terlapor enam hakim MK. 

"Seharusnya kita masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan demokrasi dan Pemilu 2024 yang lebih konstitusional. Semestinya MK memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan menyelamatkan demokrasi melalui dikabulkannya permohonan uji formil yang kami ajukan," ujar Denny dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/1/2024).

"Sangat disayangkan kemudian MK tidak mau bahkan tidak berani mengoreksi skandal Mahkamah Keluarga-gate yang mencoreng demokrasi dan konstitusi," imbuhnya.  

Di kesempatan yang sama Zainal Arifin Mochtar menilai putusan MK yang tidak menerima uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu akan menjadi bom waktu di akhir Pemilu 2024. 

Baca Juga: Inisiator Petisi 100 Ungkap Alasan Munculnya Pemakzulan: Jokowi Diduga Intervensi MK soal Gibran

Menurutnya akan ada permohonan lanjutan termasuk sengketa Pilpres 2024 yang akan masuk ke MK. 

Hal ini dikarenakan putusan MK yang tidak menerima uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu membuat kondisi ketidakjelasan konstitusional.

"Jangankan menegakkan hukum, menegakkan UU saja tidak. Padahal ada kesempatan untuk melakukan terobosan untuk penegakan hukum dan UU, tetapi keduanya tidak dilakukan," ujar Zainal.  

Zainal menambahkan putusan tersebut memuat MK membiarkan ruang kosong yang belum diisi dengan alasan yang terlalu sederhana. 

Dengan tidak diterimanya permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu, MK melanjutkan kondisi ketidakjelasan konstitusional salah satu kandidat.

Baca Juga: MK Tolak Gugatan Denny Indrayana yang Minta Satu Peserta Pilpres Dicoret, 2 Hakim Beralasan Berbeda

"Ini akan jadi bom waktu yang kembali akan menjadi ujian di permohonan lanjutannya termasuk sengketa Pilpres 2024," ujarnya. 

Hal senada juga diungkapkan M. Raziv Barokah selaku kuasa hukum Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar. 

Raziv sangat kecewa dengan putusan tersebut. Ia menilai keadilan konstitusi dipaksa mati dan akan berdampak buruk juga bagi kematian keadilan-keadilan lain yang tinggal menunggu waktu.

Raziv menyatakan secara hukum putusan tersebut harus diterima, karena tidak ada pilihan lain. Namun secara moral konstitusi, putusan tersebut sulit untuk diterima dari sudut pandang moralitas-etik konstitusi.

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU