Geledah Kantor Basarnas hingga 7 Jam, Ini Barang Bukti yang Disita Penyidik Puspom TNI dan KPK
Hukum | 5 Agustus 2023, 17:16 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Tim gabungan Pusat Polisi Militer atau Puspom TNI bersama Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengangkut dua boks dan satu koper berisi barang bukti terkait kasus dugaan korupsi di Basarnas.
Barang bukti tersebut disita setelah mereka melakukan penggeledahan di kantor Basarnas dalam rangka mengusut kasus dugaan korupsi yang melibatkan dua prajurit TNI aktif, yakni Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto.
Kepala Pusat Penerangan atau Kapuspen TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono mengatakan, barang yang disita tim penyidik itu merupakan bukti transaksi pencairan cek.
Baca Juga: Pengakuan Danpuspom, TNI Tak Terima Kabasarnas Ditetapkan Tersangka, Lalu Ramai-ramai
Kemudian, dokumen administrasi keuangan pekerjaan pengadaan pendeteksian korban reruntuhan, dokumen-dokumen dan surat-surat penting lainnya tentang pengadaan barang dan jasa di Basarnas Tahun 2023.
“Penyidik juga menyita rekaman CCTV di Basarnas terkait penanganan kasus suap yang melibatkan HA (Henri Alfiandi),” kata Julius dikutip dari keterangan resmi Puspen TNI di Jakarta, Sabtu (5/8/2023).
Julius menjelaskan, penyidik Puspom TNI dan KPK menggeledah Kantor Basarnas pada Jumat (4/8/2023) selama tujuh jam. Dimulai sejak pukul 10.00 WIB dan baru rampung pada pukul 17.00 WIB.
Menurut dia, ada 22 penyidik Puspom TNI dan 8 penyidik KPK yang memeriksa dan menggeledah semua ruangan di kantor Basarnas yang diyakini ada kaitannya dengan kasus suap Kepala Basarnas.
“Selesai penggeledahan, kedua tim penyidik dari Puspom TNI dan KPK tersebut membawa 2 boks dan 1 koper barang bukti,” ujarnya.
Baca Juga: Panglima TNI Jamin Objektif Tangani Kasus Kepala Basarnas, Minta KPK Serahkan Bukti ke POM TNI
“Selanjutnya dibawa ke masing-masing kantor penyidik, baik ke Puspom TNI maupun ke KPK setelah dibuatkan berita acara penyitaannya.”
Julius menilai, penggeledahan yang dilakukan bersama-sama oleh Puspom TNI dan KPK menunjukkan sinergitas dua lembaga dalam mengungkap kasus suap di Basarnas.
Adapun Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI telah menetapkan Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus suap pengadaan alat-alat di Basarnas.
Komandan Puspom TNI Marsda TNI Agung Handoko menjelaskan penetapan tersangka terhadap dua perwira TNI aktif itu berdasarkan hasil pemeriksaan kepada mereka dan para saksi dari pemberi suap.
“Penyidik Puspom TNI meningkatkan tahap penyelidikan kasus ini ke tingkat penyidikan dan menetapkan kedua personel TNI tersebut atas nama HA dan ABC sebagai tersangka,” kata Danpuspom TNI.
Baca Juga: Panglima TNI Tegaskan Tak akan Lindungi Kepala Basarnas: Saya selalu Tunduk pada Undang-undang
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto langsung ditahan di Instalasi Tahanan Militer milik Puspom TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Hasil pemeriksaan Puspom TNI terhadap Letkol Afri Budi Cahyanto menemukan pemberi suap berinisial MR atau Marilya alias Bu Meri menyerahkan uang sebesar Rp999.710.400 kepada pelaku pada 25 Juli 2023 di parkiran Bank BRI Mabes TNI AL, Jakarta.
“Sepengakuan ABC, uang tersebut adalah profit sharing atau pembagian keuntungan dari pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan yang telah selesai dikerjakan oleh PT Intertekno Grafika Sejati,” kata Marsda Agung.
PT Intertekno Grafika Sejati merupakan pemenang tender pengadaan alat dari Basarnas. MR dalam kasus itu merupakan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati.
Menurut Danpuspom, profit sharing hanya istilah dari pribadi Letkol Afri Budi Cahyanto untuk memperhalus bahasa suap.
Baca Juga: Alasan KPK Tetap Umumkan Kepala Basarnas Henri Alfiandi Tersangka meski tanpa Sprindik
“ABC menerima uang sejumlah Rp999.710.400 dari Sdri. Marilya atas perintah Kabasarnas atas nama HA. Perintah itu ABC terima pada 20 Juli 2023 dan disampaikan secara langsung,” kata Agung.
Atas perbuatannya, Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto dijerat Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV