> >

Istilah "Dana Komando" Mencuat di Kasus Helikopter AW-101 Kini Muncul Lagi di Suap Kabasarnas

Hukum | 27 Juli 2023, 07:15 WIB
Barang bukti uang suap yang disita KPK dari tangan Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto selaku Koorsmin Kabasarnas di kawasan Jatisampurna, Bekasi, Rabu (26/7/2023) (Sumber: YouTube KPK)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan kode atau istilah dana komando untuk menyamarkan pemberian uang suap proyek pengadaan barang dan jasa buat Kepala Basarnas (Kabasarnas) 2021-2023 Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi. 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan dalam teknis penyerahan uang, ditemukan istilah Dako atau dana komando untuk Henri Alfiandi ataupun kepada Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto selaku Koorsmin Kabasarnas.

Hasil pemeriksaan penyidik usai OTT KPK pada Selasa (25/7/2023), Marsekal Madya Henri diketahui menentukan besaran fee atau komisi sebesar 10 persen dari nilai kontrak proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2023. 

Tiga proyek yang diminta komisi 10 persen yakni pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.

Pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar. 

Baca Juga: Jaksa Ungkap Para Pihak yang Diuntungkan dari Pengadaan Helikopter AW 101, Eks KSAU Dapat Rp17,7 M

Di pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan Kabarsanas Henri melalui Letkol Afri menerima Rp999,7 juta. Uang tersebut diberikan agar PT Intertekno Grafika Sejati (PT IGK) dan PT Multi Grafika Cipta Sejati (PT MGCS) dimenangkan dalam tender. 

Untuk Pengadaan public safety diving equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha, Marsekal Madya Henri melalui Letkol Afri mendapat uang suap Rp4,1 miliar agar PT Kindah Abadi Utama (PT KAU) bisa menjadi pemenang tender. 

"Kaitan teknis penyerahan uang dimaksud diistilahkan sebagai Dako (Dana Komando) untuk HA (Henri Alfiandi) ataupun melalui ABC (Afri Budi Cahyanto)," ujar Alex saat jumpa pers di gedung KPK, Rabu (26/7).

Alex menambahkan tak hanya itu, dari informasi dan data yang diperoleh tim KPK, Henri bersama dan melalui Afri diduga mendapatkan uang suap Rp88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek di Basarnas selama 2021 hingga 2023.

Baca Juga: Usut Dugaan Korupsi Heli AW 101, KPK Periksa Mantan KSAU

Data tersebut saat ini sedang didalami lebih lanjut oleh tim gabungan penyidik KPK bersama dengan tim penyidik Puspom Mabes TNI.

"Terhadap tersangka HA dan ABC yang diduga sebagai penerima suap, penegakan hukumnya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI. Untuk proses hukum lebih lanjut akan diselesaikan oleh tim gabungan penyidik KPK dan tim penyidik Puspom Mabes TNI," ujar Alex.

Sejatinya Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sudah ditarik ke Mabes TNI dalam rangka pensiun. Posisi Henri Alfiandi sebagai kepala Basarnas digantikan oleh Marsdya TNI Kusworo dari Dansesko TNI. 

Hal tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/779/VII/2023 tanggal 17 Juli 2023 tentang pemberhentian dari dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan TNI. Namun proses serah terima jabatan Henri Alfiandi kepada Kusworo belum dilakukan. 

Dako di AW-101

Istilah Dako alias dana komando ini sejatinya bukan kali ini muncul di kasus tindak pidana korupsi yang ditangani KPK.

Baca Juga: Pengusaha Penyedia Helikopter AW 101 Irfan Kurnia Dituntut 15 Tahun Penjara

Di kasus korupsi pembelian helikopter Agusta Westland (AW)-101 istilah dana komando muncul di persidangan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway atau Irfan Kurnia Saleh.

Dalam surat dakwaan Irfan, dijelaskan terdakwa memberi uang kepada Agus Supriatna selaku KSAU dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebesar Rp17.733.600.000 atau Rp17 miliar untuk dana komando.

Jumlah tersebut adalah empat persen dari pembayaran tahap 1 untuk PT Diratama Jaya Mandiri yaitu senilai Rp436,689 miliar dari total seluruh pembayaran sebesar Rp738,9 miliar. 

Agus membantah adanya dana komando Rp17 miliar yang diberikan kepadanya. 

Dalam sidang putusan Majelis Hakim Tipikor Jakarta menyatakan terbukti adanya pemberian dana komando oleh Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh dalam perkara dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 pada 2016. 

Baca Juga: Kronologi Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 di TNI AU yang Rugikan Negara Rp224 Miliar

Dana komando tersebut diberikan oleh Irfan kepada Letkol (adm) Wisnu Wicaksono selaku Kepala Pemegang Kas Markas Besar TNI Angkatan Udata periode 2015-Februari 2017.

Hal tersebut disampaikan Ketua Majelis Hakim Djuyamto dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (22/2).

Irfan divonis hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp1 miliar dalam perkara itu. Irfan juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 17,22 miliar.

Vonis terhadap Irfan lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK yaitu pidana penjara selama 15 tahun. Vonis uang pengganti juga jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yaitu Rp177 miliar.

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU