> >

4 Sebab Kisruh PPDB 2023 Menurut Pengamat: Zonasi Terlalu Ketat hingga Pembangunan Belum Merata

Humaniora | 18 Juli 2023, 06:45 WIB
Ilustrasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pengamat dan pakar pendidikan menerangkan penyebab kekisruhan PPDB 2023 terutama jalur zonasi. (Sumber: Antara)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023 ini menjadi perhatian publik, terutama para orang tua yang akan menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri.

Di Jawa Barat, Gubernur Ridwan Kamil atau Emil menjatuhkan sanksi tegas bagi 4.791 calon siswa tingkat sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan sekolah luar biasa (SLB).

Ribuan calon siswa itu ditolak dalam PPDB 2023 karena dinilai melakukan kecurangan. Para calon siswa tersebut, kata Emil, mendaftar PPDB 2023 dengan cara-cara ilegal, misalnya memanipulasi Kartu Keluarga (KK) dengan mengganti domisili.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar, aduan terkait PPDB yang diajukan kepada pemerintah hingga Jumat ini mencapai 2.643 laporan. Ribuan laporan ini menjadi bagian dari para pendaftar SMA dan SMK di Jabar yang mencapai 519.845 calon siswa. Dari jumlah tersebut, 2.346 laporan diselesaikan.

Baca Juga: Jika Terbukti Curang dalam PPDB Jabar 2023, Calon Siswa akan Kena Sanksi Pembatalan

Berikut ini empat penyebab kekisruhan PPDB 2023:

1. Pembagian zona terlalu ketat

Menurut penasihat di Paramadina Institute for Education Reform (PIER) Universitas Paramadina, Muhammad Abduhzen, pembagian zona terlalu ketat karena hanya didasarkan pada jarak. 

Ia menilai, seharusnya perhitungan zona juga memasukkan jumlah sekolah dalam satu kecamatan atau kelurahan dibandingkan dengan jumlah calon peserta didik baru.

2. Mutu pendidikan masih belum merata

”Masalah klasik lain adalah mutu pendidikan masih tidak merata. Akibatnya, orang tua melakukan berbagai cara agar anaknya lolos di sekolah favorit lewat jalur zonasi, terutama bagi yang punya akses ke otoritas,” ujarnya dikutip dari Kompas.id, Sabtu (15/7/2023).

3. Stereotipe soal sekolah favorit

Pengamat kebijakan pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Profesor Cecep Darmawan, menyayangkan tindakan para orang tua yang mencoba mengakali sistem dengan memindahkan anaknya ke Kartu Keluarga (KK) lain.

Sejumlah orang tua bahkan membuat KK palsu, agar anak mereka bisa masuk di sekolah tertentu.

Menurut Cecep, kondisi ini terjadi karena stereotipe dari masyarakat menganggap sejumlah sekolah lebih unggul dibandingkan yang lain.

Baca Juga: Kisruh PPDB 2023 Terjadi di Sejumlah Daerah, Sanksi Mengintai Para Pelanggar

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Kompas.id


TERBARU