> >

Waspada, Emak-Emak Jadi Sasaran Empuk Serangan Fajar Jelang Pemilu, Ini Sebabnya

Rumah pemilu | 14 Juli 2023, 19:04 WIB
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat (Dikmas) KPK Wawan Wardiana saat peluncuran kampanye hajar serangan fajar di Pemilu 2024 di gedung KPK, Jumat (14/7/2023). (Sumber: YouTube KPK)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluncurkan kampanye "hajar serangan fajar" di Pemilu 2024. Kampanye ini menjadi agenda KPK jelang pemilihan umum. 

Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat (Dikmas) KPK Wawan Wardiana menjelaskan, dari kajian KPK tahun 2018 atau saat masa Pilkada serentak, 95 persen masyarakat menilai calon yang akan dipilih harus memiliki uang banyak.

Menurutnya, hal yang terjadi di masyarakat tersebut kurang sehat dalam menekan angka korupsi di Tanah Air. Namun, ada juga masyarakat memilih karena sudah mengenal pasangan calon pemimpinnya. 

Penelitian KPK ini seakan berkorelasi dengan penelitian yang dilakukan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) yang menyatakan serangan fajar di Pemilu diistilahkan 'sudah menjadi budaya'. 

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di 2019 mengeluarkan hasil kajiannya, yakni 47,4 persen masyarakat membenarkan masih ada praktik politik uang di pemilu serentak di 2019. Kemudian 46,7 persen masyarakat menganggap politik uang wajar.

Baca Juga: Milenial Penyumbang DPT Tertinggi di Pemilu 2024, Seluruhnya Akan Sumbangkan Suara?

"Karena politik uang ini membuat politik jadi berbiaya tinggi. Bukan tidak boleh mengeluarkan uang, biaya politik pasti ada, tapi untuk hal yang sesuai kebutuhannya. Jika melihat kajian KPK tadi dan penelitian UGM, ternyata biaya politik digunakan ke hal lain," ujar Wawan dalam sambutannya di peluncuran kampanye di gedung KPK, Jumat (14/7/2023).

Lantas, kelompok mana saja yang menjadi sasaran empuk politik uang atau yang dikenal serangan fajar di Pemilu? 

Wawan menjelaskan, hasil kajian KPK bersama Deep Indonesia, dari sejumlah pemilih 2019 yang dijadikan responden, 72 persen menerima politik uang. 

Kemudian dibedah lagi, dari 72 persen tersebut, ternyata 82 persennya adalah perempuan berusia 35 tahun ke atas. Jika dikelompokkan berdasarkan umur yang terbesar yakni 36-50 tahun, jumlahnya mencapai 60 persen.

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU