> >

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2022 Lebih Buruk dari Timor Leste dan Malaysia, Ini Alasannya

Hukum | 1 Februari 2023, 05:50 WIB
Indeks persepsi korupsi (IPK) atau corruption perception index (CPI) Indonesia merosot 4 poin dari 38 pada 2021 menjadi 34 pada tahun 2022. Data ini mengacu pada perhitungan yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII), yang dirilis di Jakarta, Selasa (31/1/2023). (Sumber: Syakirun Niam/Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada tahun 2022 memburuk menjadi 34 poin dari sebelumnya 38 pada 2021. Penurunan ini membuat Indonesia menempati ranking 110 dari 180 negara yang disurvei dalam Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Transparency International.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (31/1/2023), Deputi Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko menyebut terdapat tiga indeks yang menyebabkan penilaian persepsi korupsi di Indonesia memburuk. Transparency International sendiri memakai delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik 180 negara.

"Dalam indeks kami, tampak negara dengan demokrasi yang baik rata-rata skor IPK 70 dibandingkan negara yang cenderung otoriter maka tingkat korupsinya rata-rata 26," kata Wawan dikutip Antara, Selasa (31/1).

Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Merosot, Korupsi dalam Sistem Politik Dinilai Makin Buruk

Kata Wawan, tiga indeks itu adalah Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide tentang korupsi dalam sistem politik, pembayaran khusus dan suap ekspor impor dan hubungan mencurigakan antara politikus dan pebisnis;  IMD World Competitiveness Yearbook tentang suap dan korupsi dalam sistem politik, serta  Political and Economic Risk Consultancy (PERC) Asia Risk Guide.

Nilai Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide Indonesia turun menjadi 35 dari 48 pada 2021, IMD World Competitiveness Yearbook turun dari 44 menjadi 39, serta Political and Economic Risk Consultancy (PERC) Asia Risk Guide turun menjadi 29 dari 32.

Sementara itu, Indonesia dinilai sedikit membaik dalam indeks World Justice Project-Rule of Law Index tentang penggunaan kewenangan untuk kepentingan pribadi pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, kepolisian, dan militer (naik satu poin, 23 ke 24) dan indeks Varieties of Democracy tentang kedalaman korupsi politik, korupsi politik di eksekutif, legislatif dan yudikatif, korupsi di birokrasi, korupsi besar dan kecil yang memengaruhi kebijakan publik (naik dua poin, 22 ke 24).

Skor persepsi korupsi Indonesia dalam tiga indeks lain terhitung sama berbanding tahun lalu, yakni indeks Global Insight Country Risk Ratings tentang risiko individu/perusahaan dalam menghadapi praktik korupsi dan suap untuk menjalankan bisnis (skor 47); Bertelsmann Foundation Transformation Index tentang pemberian hukuman pada pejabat publik yang menyalahgunakan kewenangan dan pemerintah mengendalikan korupsi (skor 33); dan Economist Intelligence Unit Country Ratings tentang prosedur yang jelas dan akuntabilitas dana publik, penyalahgunaan pada sumber daya publik, profesionalisme aparatur sipil, audit independen (skor 37).

Alhasil, secara umum, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia memburuk secara umum dan kalah dari sejumlah negara Asia Tenggara. Di kawasan, negara yang dinilai paling tidak korup adalah Singapura (skor 83), Malaysia (47), Timor Leste (42), Thailand (36), lalu Indonesia (34). 

Sebagai catatan, Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis Transparency International menggunakan skala 0-100 dalam menilai pemberantasan korupsi di sebuah negara, 0 berarti sangat korup, 100 berarti sangat bersih.

Di Asia Tenggara, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia hanya lebih baik dari Filipina (skor 33), Laos (31), Kamboja (24), dan Myanmar (23). Nilai Indeks Persepsi Korupsi Indonesia juga kalah dari berbagai negara seperti Sri Lanka (skor 36), Burkina Faso (42), dan Israel (63).

Tahun ini, Denmark (skor 90) dinilai sebagai negara paling bersih menurut Transparency International, disusul Finlandia (87), Selandia Baru (87), Norwegia (84), Singapura (83), dan Swedia (83).

Kata Wawan, dari segi indikator politik, tidak terjadi perubahan signifikan di Indonesia. Pasalnya, berbagai jenis korupsi masih "lazim terjadi."

"Jenis korupsi suap, gratifikasi hingga konflik kepentingan antara politisi, pejabat publik dan pelaku usaha masih lazim terjadi. Pelaku usaha yang datang ke Indonesia bukan hanya memiliki risiko berbentuk untung rugi, tapi juga risiko politik," kata Wawan.

Selain itu, Wawan menyebut kebijakan anti-korupsi Indonesia terbukti belum efektif karena masih adanya korupsi di institusi penegakan hukum.

"Masih ditemukannya praktik korupsi di lembaga penegakan hukum karena pada 2022 kita dipertontonkan begitu banyak korupsi di lembaga penegakan hukum," kata Wawan.

Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun ini mencatatkan penurunan terburuk sejak 1995. Indonesia pun hanya mampu menaikkan skor Indeks Persepsi Korupsi sebanyak dua poin sejak 2012.

Baca Juga: Kades Minta Perpanjang Masa Jabatan, Sementara ICW Sebut Urusan Korupsi Nomor Satu

 

 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU