> >

Mendes PDTT: Terlalu Jauh Jika Perpanjangan Jabatan Kades Dikaitkan dengan Transaksi Politik 2024

Politik | 27 Januari 2023, 07:04 WIB
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Kamis (25/1/2023). (Sumber: KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Dorongan perpanjangan jabatan kepala desa atau Kades menjadi sembilan tahun sangat jauh dari kepentingan politik di tahun 2024 mendatang.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menjelaskan dorongan perpanjangan jabatan Kades tidak bisa disederhanakan sebagai bagian dari politik transaksional Pilpres 2024.

Halim mengingatkan Kades memiliki independensi yang tinggi dan tidak mudah untuk diseret dalam kepentingan politik tertentu. 

Selain itu, Kades juga tidak begitu tergantung ke atas atau pemerintah, tapi sangat bergantung kepada masyarakat. 

Baca Juga: Belum Ada Kebijakannya, Aturan Kades Bertato Jadi Masukan untuk Kemendagri

Jika ada kepentingan yang mengarah kepada politik di tahun 2024, Kades akan sulit menjalankan karena sangat bergantung kepada masyarakatnya.  

"Misal atasannya minta B tapi masyarakatnya minta C, pasti kepala desa cenderung ikut ke C. Jadi klo kemudian dikaitkan dengan transaksi politik, terlalu jauh dan kurang melihat posisi kepala desa secara proporsional di tengah masyarakat," ujar Halim dalam program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Kamis (26/1/2023).

Halim menjelaskan dorongan perpanjangan jabatan Kades ini sudah bergulir sejak akhir tahun 2021. Wacana ini muncul dari kegelisahan atas kondisi desa setelah pemilihan kepala desa (Pilkades)

Kegelisahan yang dimaksud adalah ketegangan pasca-Pilkades, yang membutuhkan waktu untuk meredakan kembali kondisi sebelum Pilkades. 

Baca Juga: DPR Sebut Jabatan Kades Jadi 9 Tahun Penting buat Pembangunan Desa, tapi Rentan Digugat ke MK

Selain itu kegelisahan lain yakni eksistensi perangkat desa. Status perangkat desa ini masih belum jelas. Hal ini membuat penghasilan perangat desa yang berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran atau Silpa tidak diterima setiap bulan. 

Kemudian masalah lain penguatan masyarakat untuk terlibat pembangunan Desa. Dengan kondisi pasca-pilkades yang tegang, maka terpikir untuk melakukan penataan secara holistik UU 6 Tahun 2014 tentang Desa.

"Revisi ini kan makro, tapi yang seksi jabatan kepala desa (yang diangkat). Usulan ini bukan dari pemerintah tapi dari Apdesi. Apdesi ini merekomendasikan (revisi UU Desa) dari situ mulai bergulir," ujar Hajar.

Lebih lanjut Halim menyatakan posisi pemerintah dalam wacana perpanjangan jabatan Kades hanya sebatas memfasilitasi.

Seperti membuat daftar inventarisasi masalah UU 6 Tahun 2014 tentang Desa untuk penyesuaian dengan kondisi objektif hari ini.

Presiden Joko Widodo, sambung Halim, secara tegas mengarahkan agar keinginan Kades untuk perpanjangan masa jabatan diserahkan ke DPR.

"Kalimat yang disampaikan presiden jabatan kepala desa 6 tahun 3 periode. Kalau perpanjangan jabatan 9 tahun 2 periode silakah di bahas ke DPR. Ini perlu dicatat dokumen yang masuk, aspirasi yang masuk dalam bentuk tertulis ke kemndes tidak ada yang 9 tahun 3 periode," ujar Halim. 

Diketahui mulai dalam dua hari terakhir kepala desa dan perangkat desa melakukan demo di depan gedung DPR menuntut revisi Pasal 39 UU Desa.

Baca Juga: Kontroversi Masa Jabatan Kades 9 Tahun, Jokowi: Silahkan Beraspirasi ke DPR

Di antara tuntutannya yakni terkait perpanjangan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun serta desakan untuk memperjelas status perangkat desa sebagai aparatur negeri sipil (ANS) atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (PPPK).

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU