> >

Bawaslu Beberkan Potensi Masalah dalam Pelaksanaan Pemilu di Luar Negeri, Termasuk WNI yang Berlibur

Rumah pemilu | 23 Januari 2023, 15:02 WIB
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja membeberkan sejumlah potensi masalah dalam pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) di luar negeri, antara lain metode kotak suara keliling dan WNI yang sedang berlibur saat pemungutan suara digelar. (Sumber: bawaslu.go.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) membeberkan sejumlah potensi masalah pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) di luar negeri, antara lain metode kotak suara keliling dan WNI yang sedang berlibur saat pemungutan suara digelar.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, pelaksanaan pemilu di luar negeri menggunakan tiga metode, yakni metode tempat pemungutan suara (TPS), metode kotak suara keliling, dan metode pos.

Berdasarkan pengalaman pada pemilu sebelumnya, potensi paling rawan adalah para pekerja migran dengan metode kotak suara keliling dan metode pos.

“Yang paling banyak masalah metode kotak suara keliling dan metode pos,” kata dia dalam diskusi publik daring bertema Persiapan, Tingkat partisipasi dan Tantangan Pemilu 2024 di Luar Negeri hasil kerja sama Koalisi Pewarta Pemilu dan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Italia, Jumat (20/1/2023), dikutip dari keterangan tertulis.

Baca Juga: Tidak Semua WNI di Luar Negeri Bisa Terdaftar sebagai Pemilih di Pemilu, Kemlu Jelaskan Penyebabnya

“Perlu diketahui kotak suara keliling ini terobosan untuk memfasilitasi pemilih pada negara yang mempunyai banyak pekerja migran Indonesia,” lanjutnya.

Bagja menambahkan, pada metode kotak suara keliling rentan terjadi dokumen ganda, seperti penggunaan paspor dan kartu pekerja.

“Ada persoalan pakai paspor atau tidak. Di Malaysia itu paspor ditahan oleh pengusaha, sehingga dia hanya mempunyai kartu pekerja.”

Meski demikian, ia menyebut penggunaan kotak suara keliling masih relevan, namun harus disertai dengan penguatan pengawasan.

"Menurut saya, kotak suara keliling ini masih relevan sampai sekarang dengan perlunya penguatan pengawasan,” tuturnya.

Sementara pada metode pos, lanjut Bagja, potensi masalah yang paling banyak adalah pemilih mengambil dua metode sekaligus, yakni mencoblos di TPS dan menggunakan metode pos.

“Sehingga memilih dua kali di TPS dan metode pos karena metode pos dikirim dua minggu sebelum hari pemungutan suara,” tambahnya.

Alamat domisili WNI di luar negeri, lanjut Bagja, sering juga menjadi masalah di negara yang banyak pekerja migran.

“Dulu, ada kasus dulu di Kuala Lumpur, satu alamat untuk sekitar 500 pemilih untuk satu tempat alamat, sehingga kesulitan dalam mengirimkan formulir undangan (C-6).”

"Catatan kami di Malaysia, pada Pemilu 2019, ada sekitar 2,5 juta pemilih. Ke depan, teman-teman Kemenlu (Kementerian Luar Negeri) untuk menjaring undocumented (warga negara yang tidak diketahui dokumentasi identitasnya),” urainya

Meski demikian, ia yakin negara akan menjamin hak pilih warganya.

Selain para pekerja migran, masalah lain adalah fenomena ‘pindah pilih’ oleh WNI yang sedang berlibur ke luar negeri saat hari pemungutan suara.

Baca Juga: Peran Panwaslu Muda Kawal Pemilu 2024

“Dia dari TPS di Indonesia pindah ke TPS di luar negeri.”

“Itu menjadi kebingungan tersendiri karena tidak terdaftar pemilih di TPS negara tersebut. Ini akan kita cari masukan untuk mencari solusinya bersama dengan KPU,” imbuh Bagja.

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU