> >

Kepala BPOM Enggan Jawab Desakan Mundur, Sebut Tak Kecolongan Soal Gagal Ginjal Akut Anak

Kesehatan | 18 November 2022, 14:53 WIB
Kepala BPOM Penny Lukito. (Sumber: Tangkapan Layar YouTube BPOM/Dina Karina )

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menyatakan, pihaknya tidak kecolongan terkait kasus gagal ginjal akut pada anak (GGAPA). Namun Penny mengakui, memang ada celah dalam sistem jaminan keamanan dan mutu obat dari hulu ke hilir yang melibatkan banyak pihak.

Hal itu lah yang membuat pelaku kejahatan bisa mendapatkan celah, untuk mengoplos bahan baku obat tidak sesuai standar. Ia menyampaikannya dalam konferensi pers di Gedung BPOM, Jakarta Pusat, Kamis (17/11/2022).

"Kami menyatakan bahwa BPOM tidak kecolongan, dikaitkan dengan aspek kejahatan, ini aspek kejahatan obat. Sistem pengawasan yang telah dilakukan BPOM sudah sesuai ketentuan," kata Penny seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (18/11/2022).

Ia menjelaskan, celah sistem keamanan dan jaminan mutu ini melibatkan BPOM, perusahaan farmasi, pemasok bahan baku, importir bahan baku obat, dan distributor yang menyuplai bahan baku sampai ke perusahaan farmasi.

Dalam aturannya, sebelum mendistribusikan bahan baku, distributor kimia yang sudah mendapat sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus menguji terlebih dahulu keamanan bahan baku.

Baca Juga: Tak Tercemar Bahan Berbahaya, BPOM Nyatakan 168 Obat Sirop Aman Dikonsumsi

Begitu juga dengan perusahaan farmasi, perlu melakukan pengujian sebelum menggunakannya untuk memproduksi obat.

Saat melakukan impor bahan baku pun, BPOM akan mengawasi dengan menerbitkan Surat Keterangan Impor (SKI). SKI hanya berlaku untuk satu kali impor atau satu kali pemasukan barang. Importir harus mengajukan permohonan untuk mendapatkan SKI pada setiap kali importasi.

"Di sini ada satu gap, gap itu sesuatu kesenjangan yang mana BPOM tidak terlibat dalam pengawasan. Kalau BPOM terlibat dalam pengawasan pemasokan dari bahan pelarut, pastinya ada pengawasan yang dilakukan pemasukan dengan surat keterangan impor," jelas Penny.

"Kalau dilakukan dengan surat keterangan impor itu, pasti sudah ada pengawasan dari BPOM di awal," lanjutnya.

Dalam proses pengawasan tersebut, ada 6 celah yang dimanfaatkan pelaku kejahatan. Pertama, pemasukan bahan pelarut yang merupakan komoditi non-lartas tidak melalui pengawasan dan tidak memiliki Surat Keterangan Impor (SKI) BPOM.

Baca Juga: Penny K Lukito: Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Tidak Hanya Dijalankan BPOM Saja

Kedua, tidak adanya ketentuan batas cemaran EG/DEG dalam produk obat jadi pada Farmakope Indonesia maupun internasional.

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas.com


TERBARU