> >

YLBHI Kritik TNI-Polri Pakai Seragam Dinas Amankan Pertandingan di Kanjuruhan: Bikin Suporter Emosi

Peristiwa | 3 Oktober 2022, 17:08 WIB
Ketua YLBHI Muhammad Isnur. (Sumber: Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mengkritik sikap anggota TNI dan Polri yang menggunakan seragam lengkap saat mengamankan pertandingan Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu 1 Oktober 2022.

Ketua YLBHI Muhammad Isnur menyoroti ada beberapa peraturan yang dibuat oleh FIFA kemudian banyak dilanggar dalam pertandingan tersebut.

Baca Juga: Polri Periksa Dirut PT LIB dan Ketua PSSI Jatim Buntut Tragedi Kanjuruhan yang Renggut 125 Nyawa

"Ada suatu rules, ada peraturan yang sangat ketat dibuat oleh FIFA utu dilanggar banyak di sini," kata Isnur dalam acara Sapa Pagi Kompas TV pada Senin (3/10/2022).

Isnur membeberkan aturan yang dilanggar itu antara lain dari mulai asesmen awal, jam tayang pertandingan, tiket yang dijual melebihi kapasitas, hingga pengamanan dari aparat.

"Bagaimana ada aparat yang harusnya dia sebagai steward, tidak boleh pakai seragam tentara dan polisi lengkap di dalam stadion," ujar Isnur.

Menurut Isnur, jika memang hendak melibatkan aparat keamanan seperti anggota polisi dan TNI mestinya mereka tidak menggunakan seragam lengkap.

Baca Juga: Ternyata Tiket Arema Vs Persebaya Dijual hingga 45.000 Lembar, Padahal Polisi Hanya Bolehkan 25.000

Mereka bisa menggunakan pakaian steward dengan warna putih-hitam atau warna mencolok lainnya sebagai penanda pengamanan.

"Kalaupun mau polisi dilibatkan dalam stadion, dia pakai pakaian steward. Namun, di lapangan yang digunakan justru pakaian seragam lengkap," ujar Isnur.

Di saat mereka menggunakan seragam dinas, lanjut Isnur, mereka juga kedapatan melakukan tindak kekerasan kepada para suporter dari Arema.

Hal itu pun terekam dalam sejumlah video yang telah beredar di media sosial. Hal itulah yang kemudian membuat suporter terpancing emosinya dan berusaha masuk memenuhi lapangan pertandingan.

Baca Juga: Petisi Publik Desak Polisi Setop Penggunaan Gas Air Mata usai Tragedi Kanjuruhan

"Itu yang namanya suporter pasti terpancing emosinya ketika ada temennya ada sahabatnya yang dipukuli," ujar Isnur.

"Apalagi ini kan posisinya enggak ada suporter lawan, tidak ada suporter Persebaya. Ini antara sesama Arema saja gitu."

Selanjutnya, dalam rentetan kejadian itu, Isnur mengatakan yang paling parah adalah respons aparat keamanan dalam melakjkan pendekatan pengamanan terhadap para suporter.

Diketahui, polisi memilih melontarkan gas air mata dalam melakukan pengamanan tersebut. Padahal, oleh FIFA penggunaan gas air mata di stadion sangat dilarang.

Baca Juga: Pengamat: Pengamanan Sepak Bola Berbeda dengan Pengamanan Demo, Tak Boleh Ada Gas Air Mata

"Dan yang paling parah adalah pendekatan yang sangat dilarang oleh FIFA. Belajar dari pengalaman Peru, di mana gas air mata itu sangat fatal," tutur Isnur.

"Tembakkan gas Air Mata itu membuat mereka (penonton) sangat panik dan segera mencari pintu keluar. Lalu terjadilah tumpuk menumpuk, injak menginjak, dorong mendorong, itu yg menurut kami sangat fatal akibatnya "

Menurut Isnur, pendekatan keamanan dalam pertandingan sepak bola seharusnya bisa dilakukan dengan cara berbeda. 

"Pendekatan keamanan yang seharusnya berbeda dalam sepak bola," ujarnya.

Baca Juga: Kelanjutan Investigasi Tragedi Kanjuruhan, Polri Periksa Direktur PT LIB hingga Ketua PSSI Jatim

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU