> >

18 Tahun Berlalu, Kasus Kematian Munir Masih Menjadi Misteri, Melintasi 4 Kali Pemilu 3 Presiden

Hukum | 8 September 2022, 10:10 WIB
Aksi mengingat Munir (Sumber: Kompas.com)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - 18 tahun yang lalu, tepatnya pada 7 September 2004, seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) bernama Munir Said Thalib meninggal dunia. Peristiwa kematiannya melintasi rentang waktu empat kali pemilu presiden, dengan tiga presiden berbeda (Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo). 

 

Pria yang akrab disapa Munir itu meninggal dalam pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974 dari Jakarta menuju Belanda.

Kepergian Munir ke Belanda pada waktu itu untuk melanjutkan pendidikan. Dalam perjalanan, pesawat Garuda Indonesia yang ditumpangi Munir sempat transit di Singapura.

Saat melanjutkan perjalanan ke Belanda, munir merasakan sakit perut setelah minum segelas jus jeruk dan berakhir dengan meninggal dunia. Sesuai prosedur otoritas bandara Belanda, penumpang pesawat GA-974 tak boleh turun begitu mendarat di Belanda.

Usai menjalani pemeriksaan selama 20 menit, penumpang baru diperbolehkan untuk meninggalkan pesawat.

Hasil otopsi dari Institut Forensik Belanda (NFI) menyebut Munir tewas karena diracun dengan arsenik.

Baca Juga: Komnas HAM Bentuk Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Pembunuhan Munir

Jenazah Munir pun diturunkan dan diurus otoritas bandara. Mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ini kemudian dimakamkan di kota kelahiran, Batu, Malang, Jawa Timur, pada 12 September 2004.

Dikutip dari Harian Kompas, 8 September 2004, saksi mengatakan bahwa ia beberapa kali ke toilet dan terlihat seperti orang sakit setelah pesawat lepas landas dari Singapura. Setelah ia sempat mendapat pertolongan dari penumpang lain yang berprofesi sebagai dokter.

Tempat duduknya bahkan dipindah ke sebelah dokter untuk mendapatkan perawatan. Namun tak lama, pada ketinggian 40.000 kaki di atas Rumania, aktivis HAM ini dinyatakan meninggal dunia.

Munir meninggal dunia sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Sebenarnya pengadilan sudah menetapkan pelakunya, tetapi hingga kini dalang atas kasus pembunuhan Munir masih meninggalkan jejak misteri.

Harian Kompas, 19 Maret 2005 menuliskan setengah tahun setelah Munir tewas, tim penyidik Mabes Polri baru menetapkan Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai tersangka dan menahannya di Rumah Tahanan Mabes Polri.

Baca Juga: Komnas HAM Berupaya Naikkan Kasus Pembunuhan Munir Jadi Pelanggaran HAM Berat: Kami akan Ketok Palu

Tersangka tersebut merupakan seorang pilot Garuda Indonesia yang ditumpangi Munir. Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto.

Tersangka selanjutnya Direktur Utama PT Garuda Indonesia Indra Setiawan. Pengadilan juga memvonis Indra Setiawan dengan 1 tahun penjara karena dianggap menempatkan Pollycarpus sebagai extra crew di jadwal penerbangan Munir.

Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini. Namun, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan.

Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.

Profil Munir Said Thalib

Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur, pada 8 Desember 1965, pernah menjabat sebagai Ketua Dewan KontraS.

Ia pernah menjadi penasihat hukum korban dan keluarga korban penghilangan orang secara paksa terhadap 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 hingga 1998.

Baca Juga: Kasus Pembunuhan Munir Masih Belum Terungkap, Kenapa?

Selain itu Munir juga sempat menjadi penasihat hukum korban tragedi Tanjung Priok 1984, dan pembuhuhan aktivis buruh Marsinah pada 1994.

Ia juga menangani kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak melawan Pemerintah Indonesia untuk memerdekakan Timor Timur pada 1992, dan kasus pelanggaran HAM lainnya.

Berkat jasa dalam membela berbagai kasus pelanggaran HAM, Munir memperoleh penghargaan The Rights Livelihood Award di Stockholm, Swedia, di bidang kemajuan HAM dan kontrol sipil terhadap militer pada 2000. 

Hingga saat ini dalang di balik pembunuhan Munir tak kunjung terungkap. Lantaran belum dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat, kasus pembunuhan Munir pun terancam kedaluwarsa.

Pasalnya, menurut Direktur Imparsial Gufron Mabruri, selama ini kasus Munir hanya diproses sebagai pidana pembunuhan biasa. Untuk itu, sesuai Pasal 78 ayat (1) KUHP, kewenangan menuntut kejahatan yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup akan hapus sesudah 18 tahun.

Baca Juga: Usman Hamid Sebut Komnas HAM Seharusnya Segera Tetapkan Kasus Pembunuhan Munir Pelanggaran HAM Berat

Bahkan Komnas HAM baru resmi membentuk tim ad hoc untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM berat di kasus kematian  Munir tepat 18 tahun kematiannya.  Ketua Komnas HAM Taufan Damanik dan Komisioner Sandrayati Moniaga menjadi anggota tim ad hoc tersebut.


"Telah membentuk tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM yang berat untuk peristiwa pembunuhan Munir Said Thalib dengan menunjuk dua orang Komisioner mewakili internal Komnas HAM, yaitu saya sendiri Ahmad Taufan Damanik dan ibu Sandrayati Moniaga," kata Ketua Komnas HAM Taufan Damanik dalam konferensi pers di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2022).

 

Penulis : Kiki Luqman Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU