> >

Kompolnas Sebut Pengajuan Banding Ferdy Sambo Upaya Mengulur Waktu Pemecatan

Hukum | 27 Agustus 2022, 19:29 WIB
Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang sudah ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Kompolnas meminta Polri segera memecat Sambo. (Sumber: Kolase TribunBogor)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim menilai, pengajuan banding yang dilakukan Ferdy Sambo setelah sidang komisi kode etik memutuskan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), sebagai upaya mengulur waktu pemecatan. Alasannya, pengajuan banding memiliki waktu 20 hari dan berdampak pada penundaan putusan PTDH.

“Kami melihat, dalam persidangan, Ferdy Sambo sebenarnya bersikap siap menghadapi apa pun. Permohonan maafnya juga sudah ke mana-mana, termasuk yang bersangkutan sudah siap mengundurkan diri. Hanya saja kenapa mengajukan banding? Ini seperti jadi skenario menunda putusan PTDH,” ujarnya, Sabtu (27/8/2022).

Meskipun demikian, mengajukan banding adalah hak Ferdy Sambo sebagai pelanggar yang sudah dinyatakan bersalah. Hak itu juga tertuang dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Polri.

“Jadi yang bersangkutan menggunakan haknya,” ucapnya.

Baca Juga: Pengunggah Konten Ferdy Sambo Ketemu Roy Suryo di Tahanan: Dia Pesan Hati-Hati Bermedia Sosial

Kompolnas mendorong Polri memproses Komisi Banding. Ketika Ferdy Sambo sudah mengajukan memori banding, maka Kompolnas siap memantau kembali.

Dalam sidang banding, komisi banding tidak lagi melaksanakan sidang seperti sebelumnya. Sidang banding dilakukan komisi banding yang terdiri dari ketua, wakil, dan anggota komisi banding dengan memeriksa berkas dari Ferdy Sambo.

Proses sidang yang dilakukan komisi banding juga berbeda orang dengan komisi sidang kode etik. Sesuai perpol, komisi banding secara formil terdiri dari wakapolri atau perwira tinggi lainnya, atau kadiv polri atau perwira tinggi lainnya.

Ia juga tidak mempersoalkan sidang kode etik yang digelar lebih dulu ketimbang pengadilan pidana. Terlebih, dalam kasus ini sudah ada peristiwa pidananya dan tergolong pelanggaran kode etik bersifat berat.

“Polri mendahulukan kode etiknya. Yang penting tetap berdasarkan perpol. Sepanjang kami pantau, yang kami nilai sudah sesuai prosedur,” tuturnya.

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU