> >

Sejarah Justice Collaborator, ketika Penegak Hukum Amerika Berada dalam Kendali Bos Mafia Al Capone

Sosok | 9 Agustus 2022, 07:25 WIB
Bos mafia Amerika Serikat, Al Capone. Istilah justice collaborator kembali mencuat setelah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E mengajukan permohonan untuk menjadi justice collaborator (JC) kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). (Sumber: Kompas.com/wikipedia)

Pada 1930, Capone menduduki peringkat paling atas penjahat yang paling diburu FBI, tetapi kelicinannya membuat dia berulang kali lolos dari jeratan hukum. Kuncinya, dia berhasil menyuap penegak hukum dan mengancam saksi mata.

Kisah kehebatan Al Capone ini pernah difilmkan dengan judul "The Untouchables" yang merujuk tim yang dipimpin oleh polisi federal Elliot Ness.

Meski berhasil lolos dari berbagai penggerebekan aparat, Al Capone akhirnya berhasil diseret ke pengadilan karena kasus penggelapan pajak pada tahun 1931 .

Al Capone menjalani masa hukumannya di sebuah lembaga pemasyarakatan di Atlanta. Namun, karena Al Capone diduga bisa memanipulasi sistem dan hidup nyaman di Atlanta, dia kemudian dipindahkan ke penjara berkeamanan maksimum di Pulau Alcatraz di Teluk San Francisco.

Dalam perkembangan saat ini di Indonesia, JC mendapat perhatian serius, karena peran kunci mereka dalam “membuka” tabir gelap tindak pidana tertentu yang sulit diungkap oleh penegak hukum. 

Justice collaborator diartikan sebagai saksi pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu atau bekerja sama dengan penegak hukum.

Berikut peran kunci justice collaborator seperti dikutip dari laman resmi LPSK, yaitu untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana, sehingga pengembalian aset dari hasil suatu tindak pidana bisa dicapai kepada negara; memberikan informasi kepada aparat penegak hukum; dan memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.

Dengan demikian, kedudukan justice collaborator merupakan saksi sekaligus sebagai tersangka yang harus memberikan keterangan dalam persidangan.

Selanjutnya, keterangan tersebut dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.

Baca Juga: Terima Permohonan sebagai Justice Collaborator, LPSK akan Pastikan Bharada E Bukan Pelaku Utama

Di Indonesia, rujukan justice collaborator diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 (perubahan atas UU Nomor 13 tahun 2006) tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Kemudian Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 04 tahun 2011, Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, dan LPSK tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama.


 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU