> >

Ini Alasan MK Selalu Tolak Gugatan Presidential Threshold 20 Persen

Politik | 14 Juli 2022, 06:21 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta. MK selalu menolak gugatan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tentang ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.  (Sumber: Antara )

“Bahwa kemudian hakim konstitusi yang sembilan ini punya pikiran masing-masing di situlah letak independensi hakim itu sendiri,” katanya.

Teranyar, MK menolak gugatan UU Pemilu tahun 2017 yang diajukan oleh Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti dan Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra. Putusan dibacakan pada Kamis (7/7/2022).  

Anggota Hakim MK Aswanto menimbang dalil-dalil yang disebutkan oleh Yusril tidak beralasan menurut hukum, karena tidak terdapat jaminan bahwa dengan dihapuskannya syarat ambang batas pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau partai politik maka berbagai ekses yang didalilkan pemohon tidak akan terjadi lagi. 

"Pada pokoknya Mahkamah menyatakan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden adalah konstitusional, sedangkan berkenaan dengan besar atau kecilnya persentase presidential threshold merupakan kebijakan terbuka dalam ranah pembentuk undang-undang," kata Aswanto di Gedung MK, Jakarta. 

"Dengan demikian, menurut Mahkamah tidak terdapat alasan mendasar yang membuat Mahkamah harus mengubah pendiriannya. Permohonan Pemohon II tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya dan terhadap dalil-dalil serta hal-hal lain tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena tidak terdapat relevansinya," lanjut Aswanto. 

Sementara salah seorang pemohon Yusril Ihza Mahendra  menilai itu merupakan hal yang paling aneh dalam demokrasi. Sebab, calon presiden atau capres yang maju Pilpres 2024 nanti adalah calon yang didukung oleh parpol berdasarkan threshold hasil Pileg 5 tahun sebelumnya.

Baca Juga: MK Tolak Gugatan Presidential Threshold 20 Persen Yusril Ihza Mahendra dan La Nyalla

Padahal, dalam lima tahun itu, kata dia, para pemilih dalam Pemilu sudah berubah, formasi koalisi dan kekuatan politik juga sudah berubah. Namun, sambung Yusril, segala keanehan ini tetap ingin dipertahankan MK.

“MK bukan lagi the guardian of the constitution (penjaga konstitusi, red) dan penjaga tegaknya demokrasi, tetapi telah berubah menjadi the guardian of oligarchy (penjaga oligarki)," kata Yusril lewat keterangan resminya yang dikutip pada Jumat (8/7/2022).

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Antara


TERBARU