> >

Kuasa Hukum: Desakan Penahanan Julianto Eka Putra Tidak Ada Urgensinya, Hanya Memenuhi Kepuasan

Hukum | 7 Juli 2022, 20:53 WIB
Pengacara terdakwa Julianto Eka Putra, Jeffry Simatupang angkat bicara terkait desakan penahanan kliennya yakni Julianto Eka Putra, pada program Kompas Petang di Kompas TV, Kamis (7/7/2022). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengacara terdakwa Julianto Eka Putra, Jeffry Simatupang angkat bicara terkait desakan penahanan kliennya. 

Jeffry menilai penahanan kliennya merupakan kewenangan dari majelis hakim. Seluruh pihak seharusnya menghargai kewenangan majelis hakim dalam memimpin proses peradilan.

Ia mengingatkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan kepentingan penahanan untuk kelancaran penyidikan dan pemeriksaan persidangan. 

Baca Juga: Sidang Kekerasan Seksual Motivator, Ketua Komnas PA: Terdakwa Kekerasan Seksual Harus Ditahan!

Menurut dia, jika Julianto Eka Putra dapat memenuhi kelancaran penyidikan, pemeriksaan persidangan serta tidak melanggar alasan subjektif penahanan maka mengapa harus ada proses penahanan. 

"Ini yang keliru karena kalau ditanya apakah itu wajib, itu kewenangan. Kewenangan itu bisa digunakan bisa juga tidak, tergantung kebijaksanaan, parameter masing-masing penegak hukum," ujarnya pada program Kompas Petang di Kompas TV, Kamis (7/7/2022).

Ia juga merasa heran dengan desakan agar kliennya ditahan. Sebab tidak ada urgensi yang membuat penahanan dilakukan. 

Pertama, sepanjang proses hukum mulai dari Polda Jawa Timur, kliennya selalu kooperatif dalam setiap panggilan penyidik.

Baca Juga: KPAI Desak PN Malang Tahan Terdakwa Kekerasan Seksual Julianto Eka Putra, Ini Alasannya

Sikap kooperatif kliennya terus dilakukan sampai proses persidangan yang saat ini sedang berjalan di Pengadilan Negeri Malang (PN Malang).

Kedua, kliennya tidak mungkin mengulangi perbuatannya lantaran terduga korban sudah mendapat perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 

Kemudian terdakwa tidak mungkin kliennya menghilangkan barang bukti karena seluruhnya sudah disita pengadilan. 

Baca Juga: Perjalanan Kasus Julianto Eka Putra Terdakwa Kekerasan Seksual di Malang yang Tak Kunjung Ditahan

Ia menilai desakan penahanan Julianto Eka Putra sebatas memenuhi kepuasan pihak-pihak tertentu dengan alasan memenuhi rasa keadilan.

"Klien kami juga membutuhkan keadilan. Maka itu, kita uji di persidangan. Kalau nanti dalam putusan pengadilan menyatakan klien kami bersalah toh juga akan dieksekusi atau ditahan," ujarnya. 

Lebih lanjut Jeffry menekankan, agar asas praduga tidak bersalah tetap dikedepankan karena putusan terkait dakwaan yang dilayangkan terhadap kliennya masih diuji di persidangan. 

"Maka mari kita menghormati proses hukum yang berjalan di pengadilan, jadi jangan berasumsi (bersalah)," ujar Jeffry.

Baca Juga: Polri Banjir Dukungan untuk Tangkap Anak Kiai Tersangka Pelaku Kekerasan Seksual di Ponpes Jombang

"Ketika sudah ada putusan, itulah yang bisa dibicarakan kembali, apakah memang beralah atau tidak. Perbuatannya saja belum terbukti, atau nanti jangan-jangan terdakwa tidak bisa dibuktikan bahwa memang melakukan tindak kekerasan seksual," imbuhnya. 

Sebelumnya Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong agar terdakwa kasus dugaan kekerasan seksual, Julianto Eka Putra ditahan. 

Saat ini kasus dugaan kekerasan seksual ini sedang berjalan di Pengadilan Negeri (PN) Malang, namun sepanjang proses persidangan terdakwa yang dikenal sebagai motivator dan pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia, Kota Batu, Malang itu tidak ditahan.

Dalam surat dakwaan JPU, Julianto didakwa Pasal 81 ayat 1 Juncto Pasal 76 d UU Perlindungan Anak dan Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Baca Juga: Terdakwa Kekerasan Seksual SMA SPI Kota Batu Tak Juga Ditahan

Kemudian dakwaan alternatif kedua yakni Pasal 81 ayat 2 UU Perlindungan Anak Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Untuk dakwaan alternatif ketiga yakni Pasal 82 ayat 1 Juncto Pasal 76 E UU Perlindungan Anak Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Terakhir dakwaan alternatif keempat yaitu Pasal 294 ayat 2 kedua KUHP Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Kasus kekerasan seksual di MA Selamat Pagi Indonesia pertama kali diketahui publik usai korban melaporkan Julianto ke Mapolda Jatim pada akhir Mei 2021 didampingi Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA).

Baca Juga: KPAI soal Tersangka Pencabulan Anak Kiai Jombang: Siapa pun Dia Harus Dihukum

Polda Jatim baru menetapkan Julianto sebagai tersangka pada Agustus 2021, 57 hari setelah laporan masuk.

Sidang perdana kasus kekerasan seksual yang dilakukan Julianto Eka Putra digelar pada Rabu (16/2) lalu.

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU