> >

Usai Heboh ACT, PP Muhammadiyah dan PBNU Kompak Minta Pemerintah Lakukan Hal Ini

Update | 6 Juli 2022, 07:33 WIB
Ilustrasi bendera NU dan Muhammadiyah, dua lembaga ini kompak minta pemerintah bertindak usai heboh ACT (Sumber: Muhammadiyah.or.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Usai heboh dugaan penyelewengan dana umat yang dilakukan Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT), dua ormas besar PP Muhammadiyah dan PBNU kompak minta pemerintah atur lagi regulasi lembaga amal atau filantropi.

PP Muhammadiyah, misalnya, lewat Sekretaris Umum Abdul Mu’ti menyebut, pemerintah harus segera membuat Lembaga pengawas untuk Lembaga filantropi di Indonesia.

“Pemerintah perlu membuat lembaga semacam OJK (otoritas jasa keuangan) dalam lembaga keuangan syariah. Ini untuk memastikan keterlaksanaan good corporate governance,” ujarnya kepada KOMPAS.TV lewat pesan WhatsApp, Selasa sore (5/7/2022).

PP Muhammadiyah menyebut, ketiadaan lembaga pengawas filantropi adalah faktor yang memungkinkan terjadinya penyelewengan.

“Tidak adanya lembaga otoritas yang mengawasi lembaga filantropi merupakan salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan oleh pengurus,” paparnya.

Selain itu, kata dia, jika tidak ada yang mengatur, maka lembaga amal bisa berpotensi hal buruk. 

“Penyelewengan juga berpotensi terjadi, tidak hanya secara governance, tetapi juga penggunaan dana untuk kepentingan politik dan distribusi yang tidak sesuai aturan,” ujarnya.

Baca Juga: Cerita Mahfud MD "Ditodong" hingga Promosikan ACT: Senang, Waktu Itu Masih Murni untuk Kemanusiaan

PBNU Minta Pemerintah Atur Batasan Gaji Lembaga Amal 

Hal serupa juga diutarakan Ketua Tanfidziyah PBNU Ahmad Fahrurrozi yang menyebut, dana umat tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi.

Apalagi, kata Gus Fahrur, sapaan akrabnya, jika dana umat yang telah disumbangkan untuk sosial atau menolong umat itu, justru untuk kemewahan pribadi.

 

Ungkapan Gus Fahrur ini dilontarkan terkait dugaan penyelewengan dana umat oleh organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

“Jelas tidak boleh memanfaatkan dana umat untuk kemewahan pribadi,” ucapnya kepada KOMPAS.TV, Selasa (5/7/2022). 

Untuk itulah, Gus Fahrur meminta agar pemerintah melakukan pengawasan dan menerapkan batas wajar terkait gaji dan fasilitas yang diterima pengurus organisasi atau lembaga kemanusiaan. 

“Pemerintah perlu menetapkan batas wajar (gaji dan fasilitas, Red) seseorang yang bekerja dalam program kegiatan sosial semacam ini, agar tidak menjadi industri bantuan yang memperkaya pengurusnya,” kata dia.

Ia pun tidak habis pikir dengan kejadian heboh terkini soal lembaga amal yang justru diduga menyelewengkan dana umat untuk kepentingan pribadi.

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU