> >

Pakar Hukum Pidana: Tak Ada Semangat Berantas Korupsi di RKUHP, Cenderung Pembiaran Problem

Hukum | 2 Juli 2022, 14:43 WIB
Ilustrasi korupsi. (Sumber: Tribun Banyumas)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar hukum pidana sekaligus dosen pidana di Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Agustinus Pohan berpendapat bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak memiliki semangat memberantas korupsi.

Agustinus merinci sejumlah pasal yang bermasalah berkaitan dengan tindak pidana korupsi di dalam RKUHP, yakni Pasal 603, Pasal 604, Pasal 606, Pasal 617, Pasal 624, dan Pasal 26.

Pada Pasal 604, disebutkan bahwa perbuatan yang bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi memiliki ancaman pidana paling singkat dua tahun dan paling lama 20 tahun.

Baca Juga: Wamenkumham Enggan Bertemu Mahasiswa Bahas RKUHP, Ketua BEM UI: Anda Jangan Omong Kosong Saja

Agustinus menjelaskan, ancaman pidana ini lebih ringan ketimbang Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menyebutkan ancaman penjara minimal empat tahun.

Selain itu, pada Pasal 605, ancaman denda minimum juga lebih ringan yakni Rp10 juta. Sementara, di UU Tipikor ancaman denda minimal Rp50 juta.

Agustinus menjelaskan pasal-pasal yang bermasalah itu, termasuk pasal 626 yang menyatakan bahwa jika KUHP baru disahkan, maka UU Tipikor akan dicabut.

Dari sekian pasal-pasal yang bermasalah, khususnya dalam pasal tindak pidana korupsi, ia berkesimpulan bahwa RKUHP tersebut tidak mengusung semangat pemberantasan korupsi.

“Tidak ada semangat untuk memperkuat pemberantasan, bahkan cenderung membiarkan problem-problem yang ada,” kata Agustinus dalam webinar bertajuk ‘RKUHP: Kembali ke Otoritarianisme?’, Sabtu (2/7/2022).

Baca Juga: Mahasiswa Desak Pasal Penghinaan Presiden Dihapus di RKUHP, Ini Tanggapan DPR

Lantas, apakah RKUHP melemahkan pemberantasan korupsi? 

Agustinus Pohan tidak memberikan jawaban pasti.

Dia bilang, semua orang bisa berdebat soal itu, tetapi pada intinya, dia menilai RKUHP tidak memiliki semangat yang kuat untuk memberantas korupsi.

“Ya, mungkin kita bisa memperdebatkan soal itu,” katanya singkat.

Dalam webinar yang diselenggarakan oleh IM57+ Institute, hadir pula Wakil Ketua Pemberdayaan Masyarakat Jentera Law School, Asfinawati, dan Manajer Litigasi IM57+ Institute, Rasamala Aritonang.

Masing-masing memaparkan pendapatnya mengenai pasal bermasalah KUHP, termasuk soal pasal penghinaan terhadap Presiden.

Baca Juga: Tolak Pengesahan RKUHP, Ketua BEM UI : Mahasiswa Seluruh Indonesia Akan Lakukan Demo Sampai 6 Juli!

Sebelumnya, pada Mei lalu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej mengatakan bahwa RKHUP diperkirakan sah menjadi undang-undang pada Juli 2022.

Baru-baru ini, dia mengatakan bahwa RKUHP batal disahkan pada Juli ini.

"Enggak-enggak. Karena minggu depan sudah reses (DPR). Sementara kita masih memperbaiki draf," kata Edward di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/6/2022).

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU