> >

Mahasiswa Ajak Masyarakat Tolak Wacana Penundaan Pemilu 2024: Kita Harus Beri Pelajaran buat Elite

Politik | 4 April 2022, 05:45 WIB
Ilustrasi mahasiswa melakukan demo menolak penundaan Pemilu 2024. (Sumber: Kompas.com/Sonya Teresa )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Eksekutif Mahasiswa Republik Indonesia (BEM RI) mengajak masyarakat untuk bersikap tidak diam dan menolak wacana penundaan pemilihan umum atau Pemilu 2024.

Demikian hal tersebut disampaikan Koordinator Daerah (Korda) Jawa Barat BEM RI Altisan Sumampouw dalam webinar bertajuk "Proyeksi Penyelenggaraan Pemilu 2024, Prospek dan Tantangan di Tengah Wacana Penundaan Pemilu 2024".

Baca Juga: Soal Pembuktian Big Data Tunda Pemilu, KIP : Jika Terjadi Sengketa, Luhut dan ICW Akan Dipanggil

"Saya meminta agar masyarakat tidak diam dan menolak dengan tegas wacana penundaan pemilu tersebut," kata Altisan yang dikutip melalui keterangan resminya pada Minggu (4/1/2022).

Altisan menuturkan, BEM RI sejak awal tegas menolak wacana penundaan pemilu yang terus digulirkan oleh pemerintah.

Sebagai bentuk penolakan tersebut, kata Altisan, pihaknya melakukan aksi unjuk rasa beberapa kali di depan Istana Negara.

Menurutnya, jika penundaan Pemilu 2024 terjadi, maka akan memberikan kepercayaan diri bagi penguasa. Dengan demikian, pemerintah disebutnya bisa melakukan apapun yang diinginkan.

Baca Juga: Survei SMRC: Mayoritas Tolak Presiden Tiga Periode dan Penundaan Pemilu 2024

"Dengan kepercayaan itu, anggapan mereka adalah rakyat sipil tak mungkin untuk mengatakan tidak,” ucap Altisan.

“Kita harus memberi pelajaran juga bagi para elite bahwa namanya demokrasi, kedaulatan itu di tangan rakyat dan tidak bisa main-main.”

Lebih lanjut, Altisan menilai alasan pemerintah mewacanakan penundaan Pemilu 2024 karena berbagai hal seperti pemulihan ekonomi pascapandemi, pemindahan ibu kota negara, dan konflik Rusia-Ukraina tentu tidak masuk akal.

"Kita harus menyuarakan bahwa warga masih punya akal sehat, semua alasan yang dikemukakan oleh penguasa itu sebenarnya tidak masuk akal," ujarnya.

Baca Juga: KPU Gencarkan Sosialisasi Pemilu Hingga ICW Minta Rincian Data 110 Juta Pengguna Dukung Tunda Pemilu

Sementara Akademisi Universitas Djuanda (Unida) Bogor Saepudin Muhtar alias Gus Udin mengatakan bahwa penundaan Pemilu 2024 berpotensi merusak tatanan demokrasi.

Dosen Ilmu Politik itu menjelaskan, dasar hukum pelaksanaan pemilu sudah jelas diatur dalam UUD 1945 Pasal 22E. 

Dalam aturan itu, menyatakan konstitusi memerintahkan agar pemilu dilaksanakan lima tahun sekali, baik untuk memilih DPR, DPRD, DPD, hingga presiden dan wakil presiden.

Sementara dalam Pasal 7, diatur masa jabatan presiden dan wakil presiden yaitu lima tahun. Sesudah itu dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.

"Artinya jika pemilu ditunda terjadi pelanggaran terhadap konstitusi, kecuali dilakukan amendemen,” ujar Saepudin. 

Baca Juga: Presiden PKS: Jangan Khianati Rakyat dengan Menunda Pemilu 2024

“Amendemen pun pasti akan mengundang respons tinggi dari masyarakat, risiko politiknya juga terlalu besar, seperti gejolak sosial di masyarakat, termasuk juga akan berimbas pada menurunnya indeks demokrasi.”

Selain mencederai demokrasi, lanjut Saepudin, penundaan pemilu juga berdampak pada perubahan tatanan lembaga negara dan mengganggu regenerasi kepemimpinan, baik eksekutif maupun legislatif.

Menurutnya, lembaga negara seperti eksekutif dan legislatif sudah pasti sangat terdampak. Tahapan pemilu juga akan berubah dan pada akhirnya berimplikasi pada pemilihan legislatif (pileg) dan pilkada serentak.

"Pastinya lembaga negara yang pengangkatannya melalui pemilu akan terganggu, misal DPRD baik kabupaten atau provinsi, apakah akan ada perpanjangan masa jabatan juga?” ucap Saepudin. 

Baca Juga: Sosialisasi Pemilu 2024, KPU Uji Coba Sistem Rekapitulasi Elektronik Sirekap!

“Rencana Pilkada Serentak 2024 juga pasti akan terganggu. Dan kondisi seperti ini tidak baik untuk regenerasi kepemimpinan."

Karena itu, Gus Udin berharap penundaan pemilu tak benar-benar terjadi. Analisis media sosial (Twitter) juga menunjukkan mayoritas pengguna menolak wacana penundaan pemilu dengan angka sebesar 79,5 persen

Selain itu, 88 persen perbincangan soal wacana tersebut mengundang emosi marah dan takut atas penundaan pemilu. Sementara 92 persen warganet tidak setuju penundaan Pemilu 2024. 

Hasil sigi sejumlah lembaga survei baru-baru ini juga mayoritas menunjukkan masyarakat menolak penundaan pemilu.

Baca Juga: ICW Datangi Kantor Luhut! Tagih Pembuktian Big Data Penundaan Pemilu 2024

"Harapan saya penundaan pemilu tidak terjadi, agar regenerasi eksekutif dan legislatif kita juga berjalan baik," kata Gus Udin.

Di sisi lain, kandidat doktor ilmu politik UIN Jakarta ini melihat wacana penundaan pemilu juga seperti gimmick dari sejumlah elite partai politik. 

Gus Udin merasa aneh ketika beberapa petinggi partai melontarkan wacana penundaan pemilu, namun sibuk mempersiapkan diri atau menyiapkan calon untuk maju dalam pemilu.

"Ini seperti gimmick elite partai saja, terlebih yang menggulirkan juga elite partai. Entah itu untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas partai, bisa jadi juga itu,” kata Gus Udin. 

“Ini kan anomali, ketika wacana penundaan pemilu digulirkan, tapi partai politik juga sibuk mengusulkan calonnya."

Baca Juga: ICW Surati Menko Luhut, Minta Buka Data yang Sebut Masyarakat Dukung Penundaan Pemilu 2024

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Antara


TERBARU