> >

4 Alasan Hakim Tak Beri Vonis Mati Heru Hidayat Terkait Kasus Korupsi Asabri

Hukum | 19 Januari 2022, 07:55 WIB
Heru Hidayat divonis nihil dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp12,643 triliun dalam perkara korupsi PT Asabri dan tindak pidana pencucian uang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (18/1/2022). (Sumber: Kompas.tv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta tidak menjatuhkan vonis mati terhadap Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.

Seperti diketahui, Heru Hidayat sebelumnya dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung.

Baca Juga: Lolos dari Hukuman Mati, Heru Hidayat Divonis Nihil Atas Kasus Korupsi PT Asabri

Namun, hakim menjatuhkan pidana nihil kepada Heru Hidayat.

Alasannya, karena Heru sudah dijatuhi vonis seumur hidup dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum tentang penjatuhan hukuman mati terhadap terdakwa," kata hakim anggota Ali Muhtarom di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa (18/1/2022) malam.

Hakim Ali Muhtarom lantas membeberkan alasan pihaknya tidak menjatuhkan hukuman mati kepada Heru Hidayat.

Pertama, jaksa penuntut umum (JPU) telah melanggar azas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan.

Baca Juga: Terdakwa Korupsi Asabri Heru Hidayat Buka Suara Usai Dituntut Hukuman Mati: Jaksa Zalim

Kedua, penuntut umum tidak membuktikan kondisi-kondisi tertentu penggunaan dana yang dilakukan terdakwa saat melakukan tindak pidana korupsi.

Ketiga, berdasarkan fakta, Heru Hidayat dinilai melakukan tindak pidana korupsi saat situasi negara aman.

Keempat, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara pengulangan.

"Oleh karena itu beralasan hukum untuk mengesampingkan tuntutan mati yang diajukan penuntut umum dalam tuntutannya," ujar hakim Ali.

Baca Juga: Jaksa Penuntut Umum Tuntut Heru Hidayat Hukuman Mati dan Bayar Uang Pengganti Rp 12,6 T!

Apalagi, kata dia, tuntutan mati diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut hakim, Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor menjelaskan keadaan tertentu, saat pidana mati dapat dijatuhkan adalah sebagai pemberatan bagi tindak pidana korupsi ketika negara dalam keadaan bahaya sebagaimana undang-undang yang berlaku.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU