> >

Pertanyaan Tersisa, Kecelakaan Handi-Salsa dan Oknum TNI

Aiman | 17 Januari 2022, 10:51 WIB
Handi-Salsa, sejoli korban tabrak lari oleh anggota TNI di Nagreg.

Hasil penyelidikan dan penyidikan dari Polisi Militer telah rampung dilakukan, dan dalam pekan ini rencananya akan segera dilimpahkan ke Pengadilan. Meski ada sejumlah pertanyaan tersisa!

Menyeruak Kejanggalan dari Kasus Ini…

Setidaknya ada tiga kejanggalan yang menyeruak. Saya tertarik untuk terjun ke setiap titik tempat kejadian perkara, dan menelusuri kejadiannya!

Kejanggalan pertama adalah, ketiga oknum TNI ini, bertugas di tiga daerah yang berbeda. Kolonel Priyanto di Gorontalo, Kopda Ahmad di  Demak, Jawa Tengah, sementara Kopda Dwi di Gunung Kidul, Yogyakarta. Bagaimana mereka bisa berada di tempat yang sama, apakah atas seizin atasan atau ada hal lainnya?

Fakta kedua, bagaimana mungkin seorang perwira menengah senior berpangkat Kolonel, mengambil jalan pintas dengan dugaan memberi perintah kepada bawahannya untuk membuang jasad korban kecelakaan.

Padahal bisa diantar ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat, seperti Puskesmas atau klinik rawat inap. Ada puluhan yang tersedia di sepanjang perjalanan dari Bandung, Jawa Barat menuju Banyumas, Jawa Tengah.

Melewati 6 Kabupaten, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cilacap, dan Banyumas, Jawa Tengah. 

Kejanggalan ketiga, sang Kolonel sesungguhnya tidak bersalah karena ia bukan yang mengendarai mobil. Yang bertanggung jawab atas kendaraan adalah sang pengemudi. 

Dan sang pengemudi pun bahkan bisa bebas dari segala perkara, karena bisa jadi kecelakaan merupakan kesalahan pemotor, atau kecelakaan yang diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Tapi janggalnya, Sang Kolonel menempuh jalan lain!

Ada Kesalahan Lain yang Hendak Ditutupi Sang Kolonel?

Atas pertanyaan-pertanyaan ini, saya tanyakan langsung kepada Kepala Oditurat Militer Tinggi-II, Brigadir Jenderal (TNI) Edy Imran. Oditurat Militer Tinggi, jika dilingkup penegakan hukum sipil, adalah Kejaksaan Tinggi. Oditurat Militer Tinggi, adalah institusi penegak hukum militer yang melakukan penuntutan kasus hukum pada oknum TNI berpangkat Mayor ke atas.

"Motifnya sejauh ini, karena panik, sehingga Kolonel P, memerintahkan kedua bawahannya untuk membuang kedua korban!" kata Brigjen Edy.

"Saya kemudian bertanya, jika panik, apakah mungkin bisa bertahan hingga 5 jam dengan mengendarai mobil lebih dari 200 kilometer, dan melewati banyak sekali fasilitas kesehatan di 6 kabupaten. Apakah mungkin ada kesalahan lain yang hendak ditutupi oleh tersangka sang Kolonel dari perjalanannya ini?" tanya saya yang lengkapnya akan tayang di Program AIMAN, KompasTV, yang kini tayang setiap Senin pukul 20.30 WIB.

"Sejauh ini, kami tidak menemukan adanya motif lain, (selain membuang mayat karena panik), tetapi jika ada kemungkinan lain yang terungkap dipersidangan, kami terbuka!" jawab Brigjen Edy.

Sidang sendiri akan dilangsungkan dengan terbuka dan bebas untuk diliput wartawan. Selain itu keluarga para korban, atas kebijakan Panglima TNI akan dihadirkan di persidangan, agar sekaligus bisa menjadi persidangan yang transparan bagi publik.

Apresiasi tinggi untuk kecepatan respons jajaran TNI atas kasus yang melibatkan anggotanya. Meski terbersit harapan untuk bisa menjawab seluruh pertanyaan kejanggalan dari hasil sidang pengadilan yang akan segera digelar. 

 

Saya Aiman Witjaksono...

 

Salam!

Penulis : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU