> >

Hari Ini 76 Tahun Silam, Ibu Kota Pindah ke Yogyakarta Demi Mempertahankan Kedaulatan

Peristiwa | 4 Januari 2022, 10:19 WIB
Suasana kota Yogyakarta awal kemerdekaan (Sumber:DPAD. Yogya)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pada 4 Januari 1946, ibu kota negara Republik Indonesia yang semula berkedudukan di Jakarta terpaksa harus dipindahkan ke Yogyakarta. 

Peristiwa yang terjadi 76 tahun silam itu, menjadi penanda para pendiri bangsa mempertahankan kedaulatan, sejak proklamasi kemerdekaan dinyatakan pada 17 Agustus 1945.

Sebab setelah proklamasi, kondisi Jakarta justeru tidak aman akibat serangan bertubi-tubi dan teror dari tentara NICA (Netherland Indies Civil Administration). Adinegoro, wartawan Pewarta Deli saat tiba dari Medan menyebutkan kondisi Jakarta kala itu,"Bukan suasana kemerdekaan."

Adinegoro menggambarkan peristiwa kekacauan di Jakarta oleh para tentara NICA. Teror dan saling serang bukan saja terjadi antara tentara sekutu dengan para pemuda di Jakarta, namun juga menyasar para tokoh. Tercatat pada 20 Desember 1945 pukul 12 siang, rumah Perdana Menteri Sjahrir diobrak-abrik 7 orang NICA.

Baca Juga: DKK Salurkan Bantuan Pembaca Kompas kepada Yayasan Pejuang Kemerdekaan RI Khusus Seroja Timor Timur

Tak menemukan Sjahrir di rumahnya, para tentara mencegat Sjahrir di jalanan. Kala itu, Sjahrir yang tak punya pengawal menyetir sendiri mobilnya. Siang itu, tiba-tiba lima serdadu menyetop dan menembak ke arahnya. Beruntung, hanya kena kap mobil. 

Sjahrir pun terus melaju ke rumahnya di Jalan Jawa no.61. 

Sehari sebelumnya, mobil profesor Soepomo  digedor-gedor di halaman rumahnya pada tengah malam oleh serdadu Belanda. 

Kemudian Wartawati Herawati Diah ditangkap dan diperiksa, tapi kemudian dilepas kembali.

Pada 28 Desember  Belanda menembaki mobil Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin. Bukan hanya itu, di akhir tahun 1945 itu, semua instansi yang mengurus layanan umum seperti listrik, air minum dan dan telepon diambilalih NICA. 

Bahkan, pada 29 Desember, kepolisian Indonesia di Jakarta dibubarkan dan dibentuk korps baru bernama Civilian Police (CV) yang anggotanya terdiri dari pribumi, Belanda dan Inggris.

"Keadaan makin hari makin sesak rasanya. Pertanyaan timbul di kepala para pemimpin Indonesia, apakah Belanda mau menyingkirkan pemimpin-pemimpin Republik supaya dapat menancapkan kekuasaan penjajahannya?" tanya wartawan Rosihan Anwar yang mengisahkan dalam bukunya, Kisah-Kisah Jakarta Setelah Proklamasi.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini, 15 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan “Pertama” Indonesia di Cirebon


    
Ketika kondisi makin tak terkendali, Tan Malaka mengadakan pertemuan dengan Soekarno dan Hatta. Dalam pertemuan itu, Tan Malaka mengusulkan para pemimpin pindah tempat sebab bila tidak kondisi kedua proklamator itu dalam bahaya.

Sjahrir pun kemudian mengutus Subadio Sasrosatomo (anggota Badan Pekerja KNIP) ke Yogyakarta menemui Sultan Hamengku Buwono IX untuk mempersiapkan kepindahan presiden dan wakil presiden.

Dalam suasana diliputi rahasia, Soekarno-Hatta pun berangkat meninggalkan Jakarta pada 3 Januari 1946 kamis malam.

Menurut catatan Rosihan Anwar, kereta api yang membawa keduanya berhenti di belakang rumah presiden di Jalan Pegangsaan Timur 56. Setelah rombongan naik, kereta bergerak ke Yogyakarta.

Baru keesokan harinya, 4 Januari 1946, rakyat tahu bahwa ibu kota sudah pindah lewat pengumuman yang berbunyi:

Pada tanggal 4 Januari 1946 Pemerintah RI menyiarkan pengumuman sebagai berikut: Berhubungan dengan keadaan di Kota Jakarta pada dewasa ini, pemerintah RI menganggap perlu akan presiden dan wakil presiden berkedudukan di luar Jakarta.

Oleh sebab itu, kemarin presiden presiden dan wakil presiden telah berangkat ke tempat kedudukan yang baru. 

Mr. Amir Sjarifuddin, Menteri Keamanan merangkap Menteri Penerangan, telah meletakkan jabatannya sebagai Menteri Penerangan dan sekarang berkedudukan di Yogyakarta."

Pada 5 Januari Presiden Soekarno berpidato di depan corong RRI tentang kepindahan ibu kota.
Besoknya, diadakan upacara penyambutan oleh Sri Sultan HB IX di Istana Presiden di Yogyakarta. Kedaulatan negara yang terus dirongrong itu, kembali hadir di kota gudeg ini.

 
  

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU