> >

Sebut Wacana IKN Baru Sarat Kepentingan Elit, Pengamat: Saya Tak Lihat Keterlibatan Langsung Rakyat

Politik | 11 Desember 2021, 10:20 WIB
Konsep desain ibu kota negara (IKN) baru Indonesia, yang mengambil lokasi di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur. (Sumber: Dok. Kementerian PUPR)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat komunikasi politik Jamiluddin Ritonga menduga terdapat kepentingan elit pemerintahan dalam wacana ibu kota negara (IKN) baru.

Jamiluddin berpendapat demikian karena kini antara eksekutif dan DPR telah menemukan titik temu atau kata sepakat mengenai pentingnya pemindahan IKN.

Bahkan, Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) akan disahkan menjadi UU pada awal 2022, sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Pansus RUU IKN Ahmad Doli Kurnia Tanjung.

"Kesepakatan pemerintah dan mayoritas fraksi di DPR itu menguatkan dugaan, pemindahan IKN untuk mengakomodir kepentingan elit daripada rakyat," kata Jamiluddin dalam keterangannya yang diterima KOMPAS.TV, Sabtu (11/12/2021).

Baca Juga: Salim Segaf Soal Pemindahan Ibu Kota Negara: Sabar, Kondisi Masyarakat Masih Terpuruk

Menariknya, lanjut Jamiluddin, mayoritas fraksi di DPR yang mendukung pemindahan IKN merupakan partai yang berasal dari koalisi pemerintah.

"Fraksi di DPR ini akan dijadikan stempel untuk memuluskan keinginan para elit tersebut dengan target selesai awal 2022," terang mantan Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta itu.

Jamiluddin menambahkan, jika ditarik lagi ke belakang, awal mula gagasan pemindahan IKN muncul juga menunjukan bahwa rencana tersebut memang memuat kepentingan para elit negeri.

"Selain itu, RUU IKN inisiatif dari eksekutif. Hal ini mengindikasikan pemindahan IKN memang lebih dominan keinginan pemimpin (elit) daripada rakyat," ujarnya.

Baca Juga: DPR Bentuk Pansus Ibu Kota Negara, Berikut Rincian Nama Pimpinan dan 50 Anggotanya

Sepengetahuan Jamiluddin, pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun tidak pernah menyakan kepada rakyat soal pemindahan IKN.

"Di lain pihak, rakyat hingga sekarang belum pernah ditanyakan apakah setuju IKN dipindahkan. Rakyat juga tidak pernah ditanya di mana lokasi IKN yang baru," tegasnya.

Seperti yang diketahui bersama, Presiden Jokowi yang meninjau dan menetapkan lokasi IKN baru, yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Jamiluddin menilai, cara pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah itu telah mencederai nilai-nilai demokrasi, yang mestinya melibatkan rakyat.

"Rakyat tiba-tiba dikejutkan, lokasi IKN yang baru sudah ditetapkan. Cara penetapan lokasi IKN ini layaknya seperti di zaman kerajaan saja," papar penulis buku 'Perang Bush Memburu Osama' itu.

Baca Juga: Ketua Pansus Sebut Pembahasan RUU IKN akan Rampung Awal Tahun 2022

"Kalau sang raja merasa cocok (lokasi ibu kota baru), ia pun mengeluarkan titah dengan menetapkan lokasi ibu kota kerajaannya yang baru. Raja merasa itu haknya, dan rakyat harus ikut titah sang raja," imbuhnya.

Padahal, Indonesia saat ini merupakan negara demokrasi, yang mana presidennya tidak dapat bertindak layaknya seorang raja yang dapat mengeluarkan titah dengan mudah.

Dalam Amandemen UUD 1945 pun disebutkan bahwa presiden tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan IKN baru, termasuk lokasinya.

"Karena itu, kalau negeri ini masih merasa menganut demokrasi, pemindahan IKN dan penetapan lokasinya seharusnya mendapat persetujuan dahulu dari rakyat," tandas Jamiluddin.

Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU