> >

Jaksa Kini Boleh Menyadap, Jaksa Agung: Jangan Disalahgunakan, Ini Terkait Privasi

Hukum | 8 Desember 2021, 20:33 WIB
Jaksa Agung Republik Indonesia Dr. Burhanuddin memberikan sambutan saat acara pembukaan Pasar Murah Virtual untuk pengemudi ojek online, Senin (10/5/2021) (Sumber: Dok. Kejaksaan Agung)

JAKARTA, KOMPAS.TV - DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menjadi UU.

Dalam RUU Kejaksaan yang telah disahkan terdapat kewenangan bagi jaksa untuk melakukan penyadapan. Mulai dari jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi.

Termasuk juga memeriksa paket, pos, surat-menyurat, dan dokumen lain yang tertuang dalam Pasal 30, Pasal 30A, Pasal 30B dan Pasal 30C.

Baca Juga: DPR Sahkan Revisi RUU Kejaksaan, Usia 23 Tahun Sudah Bisa Menjadi Jaksa

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bersyukur RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI telah disahkan oleh DPR RI.

Menurutnya melalui UU tersebut Kejaksaan memiliki dasar hukum yang kuat dalam melakukan penyadapan.

Burhanuddin menilai penyadapan tidak hanya diperlukan dalam tahap penyidikan. Di tahap penuntutan, eksekusi, dan pencarian buron, penyadapan juga masih diperlukan. 

Korps Adhyaksa juga bakal menambah satu pusat dalam strukturnya, yakni pusat pemantauan yang akan menunjang pelaksanaan tugas penyadapan.

Baca Juga: MK Cabut Kewajiban Izin Dewas Soal Penyadapan, Penggeledahan dan Penyitaan di UU KPK

"Kita akan menambah satu pusat lagi, yaitu pusat pemantauan (monitoring center) yang akan menunjang pelaksanaan tugas penyadapan," ujar Burhanuddin dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/12/2021).

Meski diberi kewenangan dalam melakukan penyadapan, Burhanuddin mengingatkan agar kewenangan tersebut digunakan secara hati-hati sebagaimana diatur dalam RUU Kejaksaan yang baru disahkan menjadi UU.

"Hati-hati dan jangan disalahgunakan dalam menggunakan kewenangan ini karena terkait dengan hak privasi," ujar Jaksa Agung.

Baca Juga: Valencya Lim Bebas, Ada Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang Dicopot dari Jabatan!

Sebelumnya, DPR bersama pemerintah menyepakati hasil RUU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Keputusan itu diambil dalam agenda Rapat Paripurna di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (7/12/2021). 

Selain soal penyadapan, ada beberapa poin perubahan dalam RUU. Seperti mengubah syarat usia seseorang untuk menjadi jaksa, yaitu paling rendah berumur 23 tahun dan maksimal berusia 30 tahun. 

Sebelumnya, seseorang bisa menjadi jaksa ketika sudah menginjakkan usia 25 tahun dan paling tinggi 35 tahun. 

Kemudian, disepakati soal penegasan lembaga pendidikan khusus kejaksaan. Lembaga ini akan berfungsi sebagai sarana pengembangan pendidikan di bidang profesi akademik, keahlian, dan kedinasan. 

Baca Juga: Rugikan Negara 4 Miliar, Warga Tuntut Kejaksaan Usut Dugaan Korupsi di KONI Blitar

Selanjutnya terkait penugasan jaksa pada instansi selain kejaksaan Republik Indonesia. Komisi III DPR berpendapat penugasan ini bermanfaat untuk menambah wawasan pengetahuan pengalaman dan suasana baru bagi jaksa yang ditugaskan. 

Ada juga soal perlindungan Jaksa dan keluarga. Penyesuaian standar perlindungan jaksa dan keluarganya di Indonesia sesuai standar perlindungan profesi jaksa yang diatur di dalam UN Guidelines on the Role of Prosecutors dan International Association of Prosecutors (IAP). 

Perubahan lainnya mengenai perbaikan ketentuan pemberhentian jaksa baik secara hormat maupun tidak hormat.

Batas usia pemberhentian jaksa dengan hormat pada pasal 12 UU Kejaksaan, yang semula 62 tahun menjadi 60 tahun.

Baca Juga: Jaksa Agung Bentuk Tim Penyidik Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Paniai Papua

Selain itu, soal perbaikan mengenai ketentuan tentang kedudukan jaksa agung sebagai pengacara negara yang disepakati dalam perubahan pada Pasal 18 ayat (2). 

Lalu, soal jaksa agung sebagai kuasa hukum perkara di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Pasal 18 ayat (3). 

Dalam poin menambah ketentuan kedudukan tambahan bagi jaksa agung sebagai salah satu pihak yang berkuasa menangani perkara di MK bersama dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan/atau menteri lain, ditunjuk oleh presiden. 

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU