> >

Sejarah Reuni 212: dari Tuntutan Penjarakan Ahok, Bebaskan Rizieq Shihab hingga Usul Jadi Parpol

Politik | 1 Desember 2021, 18:47 WIB
Ilustrasi. Suasana aksi reuni 212 di kawasan Monas, Jakarta, Senin (2/12/2019). sejarah gerakan ini terkait dengan politik, umat, hingga terkait tuntutan Rizieq Shihab serta soal Ahok(Sumber: Kompas.tv/Ant/Aruna)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Reuni 212 akan kembali digelar besok 2 Desember 2021 dan rencananya akan digelar di Patung Kuda di Jakarta Pusat, dan di Majelis Azzikra yang berada di Sentul, Jawa Barat. Meski polisi dan  Majelis Azzikra tidak memberi izin. 

Dalam lanskap perpolitikan Indonesia terkini, jika menyebut tentang Reuni 212 maka tidak bisa lepas dari pelbagai peristiwa yang melatarbelakanginya. Mulai dari soal peristiwa yang membuat Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok dipenjara karena dianggap penista agama hingga soal anggapan sebagai wadah politik islam.

Peneliti Politik Islam dari The Political Literay, Muhammad Hanifudin, misalnya mengingatkan tentang muasal gerakan 212 ini yang sebenarnya erat dengan politik dan kekuasaan. Bukan sakadar gerakan yang benar-benar terkait dengan agama semata.

“Dalam perjalanannya, 212 tidak sekadar gerakan bela agama semata, tetapi juga gerakan politis. Mendukung calon tertentu yang berkontestasi dalam perebutan kekuasaan. Semisal Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019,” papar Hanif kepada KOMPAS TV lewat Whatsapp, Rabu (1/11).

Baca Juga: Peneliti Jelaskan Sulitnya Gerakan PA 212 Jadi Parpol, Terkait Dana dan Elit Partai Politik

212 dan Gerakan Politik

Desakan untuk mewadahi gerakan 212 menjadi parpol sudah menggema sejak lama. Apalagi, selama ini, 212 dianggap dekat dengan politik kekuasaan, khususnya dalam menjadi oposisi pemerintahan Jokowi atau dianggap mendukung dalam pemerintahan Anies Baswedan di DKI.

Pada 2018 lalu, jelang perhelatan Pemilu 2019 yang membuat Jokowi terpilih lagi jadi Presiden untuk kali kedua, Gerakan 212 lewat Persaudaran Alumni 212 (PA 212) secara terbuka juga mendukung Prabowo dan Sandi.

Bahkan, disebut-sebut juga akan berubah jadi partai politik. Bahkan, pihaknya membuat koalisi bersama beberapa partai oposisi bernama Koalisi Keumatan, yang terdiri Gerindra, PAN, PKS, PBB, dan Partai Berkarya.

“Kesamaan antara ulama dengan pimpinan partai yang ada, kemungkinan besar calon presidennya Prabowo Subianto,” papar Slamet Maarif, Pimpinan PA 212 sebagaiman dilansir kompas.com, Juli 2018.

Meskipun, dalam perjalananya, koalisi itu pun menguap begitu saja.  Banyak politisi pun menyarankan menjadi parpol, tapi tampaknya PA 212 sebagai wadah alumni gerakan 212 menampik desakan tersebut.

Baca Juga: Soal Reuni PA 212, Pengamat: Gaungnya Tidak Sekuat Jika Momentum Politik

Bermula dari Tuntutan Penjarakan Ahok

Bermula dari demo soal dugaan penodaan agama, mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama pun masuk penjara.

Hal itu bermula ketika Ahok melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Ahok, dalam pidatonya, mengungkapkan bahwa ada sejumlah oknum yang memprovokasi masyarakat untuk tidak mendukungnya dengan dalih Surat Al-Maidah ayat 51 tentang pemimpin.

Potongan video terkait Ahok itu viral, sebagian umat islam pun marah dan akhirnya terjadi gelombang besar demo untuk menuntut Ahok.

Akhirnya, Ahok pun di penjara.  Dalam proses persidangan, majelis hakim juga beranggapan Ahok bersalah. Ahok dijatuhi vonis 2 tahun penjara pada bulan Mei 2017.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan Ahok bersalah berdasarkan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Hukuman ini pun menuai kontroversi di tengah masyarakat dan jadi sorotan Internasional.

Baca Juga: Tak Sengaja! Sandiaga Uno Bertemu Ahok di Pesawat

Tuntutan Rizieq Shihab dari Penjara

Salah satu ikon Gerakan 212 adalah Rizieq Shihab. Ia juga yang memimpin reuni 212 sejak dimulai tahun 2017. Dalam reuni tahun ini, Reuni 212 juga mengusung untuk membebaskan Rizieq.

Rizieq Shihab divonis hukuman penjara selama empat tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Mei 2021 lalu.  Ia dipidana terkait penyiaran berita bohong dan menimbulkan keonaran dalam kasus tes usap di RS Ummi Bogor.

Terlepas dari pelbagai hal yang melatarbelakangi, sebagai sebuah gerakan PA 212 tetap akan jadi ‘bumbu’ menarik dalam politik Indonesia untuk tahun-tahun mendatang.

“Dalam prespektif ilmu politik, sejauh ini, PA 212 adalah pressure group (kelompok penekan). Keberadaannya dipengaruhi oleh kemampuan membingkai isu dan menjalin relasi dengan pemangku kebijakan dan elit partai,” papar Hanif dari The Political Literacy.

Baca Juga: Hukuman Rizieq Shihab Dipangkas jadi 2 Tahun, MA: Empat Tahun Terlalu Berat

 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU