> >

Upaya NU Lindungi Rakyat Kecil, Dorong Pengesahan RUU Perlindungan PRT di Muktamar Lampung

Agama | 24 November 2021, 08:50 WIB
Logo Muktamar Ke-34 NU. Dalam Muktamar di Lampung nanti juga akan didorong pengesahan RUU Perlindungan PRT (Sumber: PBNU)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Salah satu bahasan masalah yang terdapat di dalam Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) di Provinsi Lampung mendatang adalah soal perlindungan asisten atau pekerja rumah tangga.

NU juga akan mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan.

Sejak 2004, RUU PPRT ini telah masuk di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI. Namun hingga kini belum juga disahkan.

“Itu disoroti karena mangkrak dan belum disahkan. Itu menyangkut nasib dan hak rakyat kecil. Jadi itu yang harus kita dorong bahwa NU juga hadir membela rakyat kecil,” ujar Ketua Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah Muktamar ke-34 NU KH Mujib Qulyubi sebagaimana rilis yang diterima KOMPAS TV, Kamis (23/1/2021).

Kiai Mujib menegaskan bahwa masih banyak asisten rumah tangga di Indonesia belum mendapatkan hak layak hingga saat ini.

Ia merasa, persoalan RUU PPRT agar segera disahkan ini menjadi penting karena rakyat kecil yang sudah lemah tidak boleh dilemahkan, lantaran belum ada payung hukumnya. 

“Jadi asisten rumah tangga ini kan simbol dari akar rumput, rakyat kecil, maka NU tidak boleh membiarkan orang yang sudah lemah kemudian dilemahkan oleh sistem. Itu tidak boleh. Di situ harus tampil dan hadir NU dengan seluruh perangkatnya,” tegas Mujib Qulyubi. 

Baca Juga: Pengamat: Parpol Bisa Meniru Muktamar NU agar Bersih dari Money Politic

Perjalanan RUU PPRT

Dikutip dari kanal dokumen situs www.dpr.go.id, RUU PPRT ini telah diajukan sejak 2004 dan masuk ke dalam Prolegnas setiap masa periode masa bakti DPR RI.

Kemudian dalam periode 2009-2014, RUU PPRT masuk Prioritas Tahunan dari 2010, 2011, 2013, dan 2014. 

Sejak 2010, RUU PPRT ini masuk dalam pembahasan Komisi IX DPR RI. Kemudian pada 2010-2011, Komisi IX DPR RI melakukan riset di 10 kabupaten/kota. Lalu pada 2012, Komisi IX DPR RI melakukan uji publik di tiga kota yaitu Makassar, Malang, dan Medan.

Di tahun yang sama, 2012, Komisi IX DPR RI melakukan studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina. Kemudian pada 2013, draf RUU PPRT diserahkan ke Badan Legislasi DPR RI. Hingga 2014 RUU PPRT berhenti di Baleg DPR RI. Lalu pada periode 2014-2019 masuk ke dalam Prolegnas (waiting list).

Di masa bakti periode 2019-2024, RUU PPRT masuk lagi dalam Prolegnas. Kemudian masuk ke dalam RUU Prioritas 2020. 

Baca Juga: Memasuki 100 Tahun Organisasi NU, Wapres Maruf Ingatkan 3 Prioritas di Muktamar

Urgensi RUU PPRT bagi Rakyat Kecil

Berdasarkan survei yang dilakukan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Universitas Indonesia pada 2015, jumlah PRT berjumlah 4,2 juta dengan tren meningkat setiap tahun.

Angka itu cukup besar sebagai pekerja yang selama ini tidak diakui dan dilindungi.

Secara kuantitas, jumlah PRT di Indonesia tergolong paling tinggi di dunia jika dibandingkan dengan beberapa negara di Asia seperti India (3,8 juta) dan Filipina (2,6 juta).

Sementara secara persentase, sebagian besar PRT adalah perempuan (84 persen) dan anak (14 persen) yang rentan eksploitasi atau risiko terhadap perdagangan manusia (human trafficking). 

Urgensi lain adalah karena PRT merupakan pekerja yang rentan.

Mereka bekerja dalam situasi yang tidak layak. Di antaranya jam kerja yang panjang (tidak dibatasi waktu), tidak ada istirahat, tidak ada hari libur, tidak ada jaminan sosial.

Ditambah pula rentan terjadi kekerasan dalam bekerja baik secara ekonomi, fisik, dan psikis (intimidasi, isolasi). 

PRT juga tergolong angkatan kerja yang tidak diakui sebagai pekerja, sehingga dianggap pengangguran.

Selama ini, PRT  pun tidak diakomodasi dalam peraturan perundangan ketenagakerjaan Republik Indonesia. 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU