> >

Komnas Perempuan Kutuk Penggunaan UU PKDRT di Kasus Istri Dituntut karena Marahi Suami Mabuk

Hukum | 18 November 2021, 13:25 WIB
Ilustrasi pembungkaman terhadap perempuan korban KDRT. (Sumber: ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

Baca juga: Soal Istri Dituntut 1 Tahun Penjara karena Marahi Suami yang Mabuk, 3 Penyidik Polri Dinonaktifkan

Ia mengatakan, kriminalisasi tersebut kemungkinan dikarenakan pemahaman aparat penegak hukum yang belum utuh mengenai persoalan ketimpangan relasi berbasis gender dalam perkawinan antara suami dan istri.

Pasalnya, dia menilai UU PKDRT bersifat neutral gender karena cakupan pengaturannya adalah untuk melindungi semua, tidak terbatas pada perempuan.

"Dengan pemahaman terbatas mengenai relasi gender yang tidak seimbang, maka cakupan pengaturan UU PKDRT yang tidak hanya ditujukan bagi perempuan kemudian menjadi celah hukum untuk justru menyalahkan perempuan yang berupaya keluar dari jeratan KDRT yang dihadapnya," kata dia.

Siti mengatakan, hal tersebut tampak pada poin huruf c pertimbangan UU PKDRT yang menyatakan: korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

Baca juga: Peradi: Kejari Karawang Harusnya Terapkan Keadilan Restoratif Terkait Kasus Valencya

Kemudian Pasal 1 angka 1 yang memberikan definisi: KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Mukadimah penjelasan UU PKDRT pun menjelaskan, pembaruan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau tersubordinasi, khususnya perempuan, menjadi sangat diperlukan.

"Dengan demikian, UU PKDRT merupakan pengaturan yang memiliki kekhasan spesifik yang mensyaratkan pemeriksaan pada konteks relasi kuasa antara pelaku dan korban," kata Siti.

"Penerapan UU PDKRT tanpa memperhatikan relasi timpang berbasis gender akan menempatkan hukum sebagai alat kekuasaan dalam relasi suami-istri yang berimplikasi pada bungkamnya perempuan korban dan mengaburkan makna keadilan," ujar dia.

Dalam hal ini, pihaknya pun menyayangkan adanya korban KDRT yang didakwa ancaman penjara 1 tahun di Pengadilan Negeri Karawang, Jawa Barat karena dituduh melakukan kekerasan psikis terhadap mantan suaminya.

Penulis : Baitur Rohman Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU