> >

Sofyan Djalil Jadi Saksi Meringankan RJ Lino, KPK: Justru Keterangannya Malah Memperkuat Dakwaan

Hukum | 4 November 2021, 16:28 WIB
Pelaksana Juru Bicara KPK Ali Fikri usai konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (30/1/2020). (Sumber: KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil bersaksi dalam persidangan bekas Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), Richard Joost Lino atau RJ Lino pada Rabu (3/11/2021).

Sofyan Djalil dihadirkan sebagai saksi meringankan untuk terdakwa RJ Lino yang didakwa merugikan keuangan negara senilai 1.997.740,23 dolar AS.

Baca Juga: KPK Mintai Keterangan Sejumlah Pihak Terkait Dugaan Korupsi Penyelenggaraan Formula E

Kerugian itu terjadi karena melakukan intervensi dalam pengadaan tiga unit Quayside Container Crane (QCC) pada 2010 di Pelabuhan Panjang (Lampung), Pontianak (Kalimantan Barat) dan Palembang (Sumatera Selatan).

Namun, menurut Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, kesaksian yang disampaikan Sofyan Djalil dalam persidangan tersebut malah memperkuat dakwaan yang disusun KPK.

"Dari apa yang diterangkan saksi, menurut hemat kami justru menguatkan pembuktian dakwaan tim jaksa KPK,” kata Fikri di Jakarta pada Kamis (11/4/2021). 

Ali menjelaskan, saksi Sofyan Djalil menerangkan bahwa pengadaan barang dan jasa di BUMN terikat aturan dan penunjukan langsung memang dapat dilakukan dalam pengadaan barang dan jasa.

Baca Juga: KPK Siap Telaah Dugaan Mark Up Biaya Sewa Pesawat Garuda yang Diungkap Peter Gontha

Namun penunjukan langsung tersebut harus dilakukan sepanjang tidak ada perbuatan melawan hukumnya, sehingga kembali pada norma pokok bahwa pengadaan barang dan jasa harus tetap dilakukan dengan memedomani prinsip-prinsip dalam pengadaan itu sendiri, seperti transparan, fair dan akuntabel.

Dari seluruh rangkaian proses persidangan, dia menyebut, KPK yakin dakwaan tim jaksa akan terbukti dan majelis hakim tidak terpengaruh independensinya untuk memutus bersalah menurut hukum atas Lino. 

"KPK mengajak masyarakat untuk terus memantau persidangan perkara ini sebagai fungsi transparansi dan kontrol," kata dia.

Seperti diketahui, Sofyan Djalil menjabat sebagai Menteri BUMN periode 2007 sampai 2009 sementara RJ Lino menjadi Direktur Utama PT Pelindo II pada 2009-2015. Djalil menjelaskan soal bagaimana ia memilih RJ Lino pada 2009.

Baca Juga: Kasus Korupsi Kepala Dinas PUPR Terus Bergulir, KPK Panggil 7 PNS Pemkab Musi Banyuasin

"Jadi pertimbangan Pak Lino diangkat, saya cari profesional. Saya sudah wawancara beberapa orang tapi kemudian saya belum puas,” kata Sofyan Djalil saat bersaksi pada Rabu (3/11/2021). 

“Ada seseorang mengatakan orang Indonesia menjadi dirut perusahaan pelabuhan di China, dia katanya bekas orang Pelindo, namanya RJ Lino, Oh dia tahu dengan Pak Lino, saya tanya punya nomornya tidak? Lalu saya telepon.”

Sofyan Djalil juga menyebut pada saat keadaan mendesak, pengadaan di BUMN dapat dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung.

"Karena ada keadaan yang mendesak, aset kritikal itu bisa ditunjuk langsung, jadi kalau sudah berkali-kali penunjukan tender, tapi tender belum tentu yang terbaik boleh ditunjuk langsung, kalau gagal tendernya," ucap Sofyan.

Baca Juga: KPK Ajak Masyarakat yang Punya Bukti Tipikor Sewa Pesawat Garuda Melapor

Dalam dakwaan disebutkan PT Pelindo II membutuhkan derek besar kontainer dan setelah beberapa kali dilakukan pelelangan akan tetapi gagal sehingga pada April 2009, PT Pelindo II kembali melakukan pelelangan.

Setelah dilakukan pelelangan tidak ada peserta yang dapat memenuhi persyaratan sehingga pelelangan gagal sehingga PT Pelindo II melakukan pelelangan ulang dan juga menunjuk langsung kepada PT Barata Indonesia.

Lino kemudian memerintahkan Ferialdy Noerlan selaku direktur operasi dan teknik PT Pelindo II agar mendampingi perwakilan Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd yang merupakan perusahaan pembuat derek untuk melakukan survei.

Kontrak ditandatangani pada 30 Maret 2010 dengan nilai 17.165.386 dolar AS selama 11 bulan garansi satu tahun dan untuk pemeliharaan selama lima tahun sebesar 1.611.386 dolar AS.

Baca Juga: Disebut Kasus Garuda Ugal-ugalan, Staf Khusus BUMN Setuju Bawa ke KPK

Walaupun pengadaan dan pemeliharaannya dilakukan tidak mengikuti prosedur, Pelindo II tetap membayar HDHM sebesar 15.165.150 dolar AS untuk pengadaan dan pemeliharaan sebesar 1.142.842,61 dolar AS yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 1.997.740,23 dolar AS.

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU