> >

MUI Nilai Istilah Kriminalisasi Ulama Digunakan agar Masyarakat Benci Pemerintah

Peristiwa | 28 September 2021, 09:32 WIB
Ketua Masjelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Informasi dan Komunikasi Masduki Baidlowi (Sumber: TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Masjelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Informasi dan Komunikasi Masduki Baidlowi angkat bicara terkait adanya isu kliminalisasi soal kasus penyerangan terhadap ustaz hingga pembakaran mimbar di masjid yang belakangan terjadi di Tanah Air.

Masduki berpendapat tidak ada praktik kriminalisasi ulama dalam sejumlah kejadian yang menimpa tokoh agama tersebut.

Dia melihat istilah 'kriminalisasi ulama' digunakan untuk membangun emosi publik. 

Di mana jika dilihat dari sisi politik, hal tersebut dinilai sebagai penggiringan opini publik yang bertujuan untuk membuat sebagian dari umat membenci pemerintah.

"Ada penggiringan opini di media sosial dan itu sudah lama terjadi, Ini saya kira secara politik ditujukan untuk bagaimana agar sebagaian dari umat tidak hanya mengkritisi pemerintah, namun juga supaya membenci dengan alasan-alasan yang sebenarnya tidak logis, mengingat tidak ada kriminalisasi," kata Masduki dalam program Kompas TV 'Sapa Indonesia Pagi' Selasa (28/9/2021).

Lebih lanjut, dia mengingatkan bahwa semua warga negara berkedudukan sama di hadapan hukum, sehingga siapapun yang salah, hukum mesti ditegakkan.

"Sekali lagi yang perlu ditegaskan di sini yang ditegakkan ini hukum dari oknum dan tidak ada label ustadz maupun ulama. Jadi tidak benar jika ada kata kriminalisasi," ujarnya. 

Sebab itu, dalam sejumlah kejadian yang menimpa ulama, Masduki menilai, penguasa tidak ada hubungannya dengan hal tersebut.

Baca Juga: Kasus Penikaman Ustaz dan Penembakan, Mahfud MD: Istilah Kriminalisasi Ulama Itu Salah

"Karena ini adalah penggiringan opini dengan media sosial, ditambah saat ini merupakan era post truth di mana yang penting meyakinkan orang bukan soal faktanya. Nah ini lah yang terjadi seakan-akan kriminalisasi dilakukan oleh penguasa," ujarnya.

Penulis : Isnaya Helmi Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU