> >

Kepala Bakamla Tawarkan Konsep Nelayan Nasional Indonesia untuk Atasi Persoalan di Natuna Utara

Peristiwa | 17 September 2021, 11:17 WIB
Kepala Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) Laksdya TNI Aan Kurnia menawarkan konsep strategi Nelayan Nasional Indonesia (NNI) untuk mengatasi persoalan di Perairan Natuna Utara. (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) Laksdya TNI Aan Kurnia menawarkan konsep strategi Nelayan Nasional Indonesia (NNI) untuk mengatasi persoalan di Perairan Natuna Utara.

Menurut Aan, menyelesaikan permasalah laut di Natuna Utara tidak bisa dipandang secara mikro. Melainkan, harus dipandang secara makro dan bersama-sama.

Sebelumnya, kata Aan, konsep tersebut pernah disampaikan Bakamla kepada Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam).

Rencananya, hal serupa kembali akan disampaikan oleh Bakamla kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pekan depan.

"Jadi (Konsep NNI) bukan hanya sekedar nelayan yang hadir di sana, tapi nelayan yang sudah dibekali bela negara," kata Kepala Bakamla dalam program 'Dialog Sapa Indonesia Pagi Kompas TV', Jumat (17/9/2021).

Selain itu, Aan juga mengusulkan nelayan yang ikut andil menjaga wilayah dengan memberi laporan akan diberi gaji.

"Kalau perlu diberi semacam gaji. Dia tidak berpikir profit oriented, tapi dia hadir di daerah yang masih grey zone (zona abu-abu) sama seperti China, Vietnam, dll," lanjutnya.

Baca Juga: Pakar Hukum Internasional: Kapal China di Perairan Natuna akan Terus Ada Sampai Kiamat

Zona abu-abu, yakni ruang di antara perdamaian dan perang di mana aktor negara dan non-negara terlibat dalam kompetisi.

Perlu diketahui, perairan Natuna Utara telah ditetapkan masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) melalui putusan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut yang tertuang dalam UNCLOS 1982.

Selain itu juga, munculnya kapal perang China di Perairan Natuna Utara sebagai klaim sepihak atas nine dash line atau sembilan garis putus-putus.

Padahal melalui putusan Permanent Court of Arbitration dalam South China Sea Tribunal 2016 bahwa klaim China tidak sah.

Terkait sengketa China dengan negara-negara ASEAN diputuskan bahwa negeri Tirai Bambu itu tidak memiliki hak atas Laut China Selatan.

Kendati demikian, sejak 2016 kapal-kapal dari negara China selalu hadir di Perairan Natuna Utara.

Oleh karena itu Bakamla memandang perlu keterlibatan nelayan di Natuna untuk bersama menjaga wilayah kedaulatan tanah air.

Konsep NNI nantinya setiap nelayan yang bergabung tidak dibekali senjata. Tetapi, NNI akan menjadi kepanjangan tangan aparat penegak hukum.

"Mereka tetap nelayan. Tugasnya mencari ikan, tapi ada support dari pemerintah dan mereka juga kepanjangan tangan dari aparat penegak hukum. Bisa melaporkan dan lain sebagainya," paparnya.

Konsep NNI, kata Aan juga sebagai bentuk kehadiran simbol negara seperti AL, Bakamla, dan KKP.

"Ini harus hadir bahwa hak berdaulat kita harus dijaga," lanjutnya.

Selain konsep NNI, Aan ada dua konsep lain, yaitu perlu adanya keterlibatan pihak lain seperti akademisi dan ekonom terkait pemanfaatan landas kontinen.

Seperti yang dilakukan Kementerian ESDM beberapa waktu lalu dengan melakukan drilling di landas kontinen.

"Pemanfaatan landas kontinen sebagai bentuk hak berdaulat untuk dimanfaatkan. Sebab sejauh ini belum pernah," tambahnya.

"Kami siap (Bakamla, AL, KKP) untuk mengawal juga mengamankan nelayan dan ESDM dalam memanfaatkan hak berdaulat kita baik di kolom air ZEE dan landas kontinen."

Baca Juga: Kapal Perang China Berkeliaran di Laut Natuna, Puan: Pemerintah Harus Layangkan Protes!

Selanjutnya, Aan memandang penting keterlibatan diplomasi dalam persoalan ini. Sebab, jika di Natuna Utara hanya memasang simbol negara tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan.

"Ini tidak selesai masalah ini akan terus terulang dan terulang, makanya harus paralel," pungkasnya.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU