> >

Dana Sosialisasi Pembatalan Haji Rp21 Miliar Disebut Disepakati DPR, Politikus PKS: Itu Lip Service

Agama | 7 September 2021, 14:23 WIB
Kaabah yang terletak di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. Jamaah haji tahun 2021 mulai melaksanakan tawaf al qudum. (Sumber: Arab News)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf agak kesal karena pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menyebut anggaran diseminasi pembatalan haji senilai Rp21,7 miliar merupakan hasil kesepakatan Kementerian Agama dengan Komisi VIII DPR RI. Padahal, kata Bukhori, klaim sepihak tersebut tidaklah tepat.

Anggota Badan Legislasi DPR RI ini mengaku tidak heran ketika Menag secara sepihak mengklaim alokasi anggaran sebanyak Rp21 miliar maupun Rp76 miliar itu disebut telah memperoleh kesepakatan DPR. "Itu hanya lip service," katanya, Senin (6/9/2021).  

Karena Kemenag tetap bisa mengeksekusi anggaran tersebut tanpa bersepakat dengan DPR sekalipun.

“Artinya, perlu saya luruskan, bahwa tidak tepat jika mata anggaran yang disampaikan Kementerian Agama tersebut merupakan hasil kesepakatan dengan Komisi VIII DPR,” kata Bukhori, legislator daerah pemilihan Jawa Tengah I ini. 

Baca Juga: Buka Program 'Jadikan Aku Halalmu', Kantor Kemenag Solo Siap Bantu Masyarakat Temukan Jodoh

Sebelumnya pada Rapat Kerja antara Komisi VIII DPR RI dan Menteri Agama RI tertanggal 30 Agustus 2021, sejumlah Anggota Komisi Agama sempat menyorot anggaran sebesar Rp21,7 miliar yang dialokasikan untuk kegiatan diseminasi terkait pembatalan keberangkatan jemaah haji tahun 2021. Selain itu, anggaran senilai Rp76 miliar untuk program prioritas kebijakan Kemenag juga menimbulkan pertanyaan.

Sebagian anggota Komisi VIII DPR RI menganggap nilai anggaran itu terbilang fantastis untuk sebuah kegiatan sosialisasi pembatalan haji, di samping soal program prioritas Kemenag yang tidak mencantumkan penjelasan rinci ihwal peruntukannya. 

Menteri Agama mengaku keberadaan mata anggaran soal sosialisasi pembatalan haji adalah "hasil kesepakata".

Di hadapan para anggota Komisi VIII DPR RI, Menag juga berjanji tidak akan melanggar hasil kesepakatan dengan dengan DPR. 

Walhasil, pernyataan janggal ini yang akhirnya menuai protes dari Bukhori. Ia mengatakan, salah satu dampak dari UU No. 2 Tahun 2020 adalah perubahan APBN dimungkinkan diatur hanya dengan Peraturan Presiden (Perpres) kendati secara konstitusional menegasikan kewenangan DPR.

Baca Juga: Politikus Demokrat Soroti Anggaran Diseminasi Informasi Pembatalan Haji 2021 yang Capai Rp21 Miliar

Untuk diketahui, pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 72 Tahun 2020 untuk merevisi Perpres No 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Postur APBN Tahun Anggaran 2020. Pemerintah berdalih payung hukum ini dibentuk demi mengakomodir kebutuhan belanja negara yang meningkat untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional.

Selain itu, perpres ini disebut sebagai payung hukum untuk outlook peningkatan defisit perubahan APBN Tahun Anggaran 2020 yang sebelumnya defisit 5,07 persen terhadap PDB sebagaimana dalam Perpres yang lama, kemudian meningkat menjadi 6,34 persen terhadap PDB.

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU