> >

Dari GBHN ke PPHN dan Kekhawatiran Hadirnya Kepentingan Politik Dangkal

Peristiwa | 5 September 2021, 06:00 WIB
Ilustrasi pembangunan infrstruktur di Indonesia yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. (Sumber: SHUTTERSTOCK)
 

JAKARTA, KOMPAS.TV- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menegaskan bahwa amendemen UUD 1945 hanya akan memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), dan tidak akan melebar ke soal jabatan presiden yang sudah dikunci dua periode.

Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan bahwa amandemen adalah inisiatif MPR sejak dua periode lalu. "Inisiatif MPR RI sejak dua periode lalu (2009-2014 dan 2014-2019) menghadirkan PPHN
melalui amandemen terbatas UUD 1945 sungguh-sungguh bersih dan bebas dari kepentingan politik
praktis yang sempit dan dangkal," katanya, Sabtu  (4/9/2021).

PPHN, kata politikus Partai Golkar ini,  strategis untuk memastikan rencana pembangunan
nasional yang berkelanjutan itu tepat arah, tepat sasaran menyejahterakan rakyat, dan responsif
terhadap perubahan zaman. 

Baca Juga: Ketua Komisi II: Pemilu 2024 Tetap Ada, Tidak Terkait Rencana Amendemen UUD 1945


 
PPHN yang disampaikan oleh Ketua MPR, meski belum konkret, namun akan mengingatkan masyarakat pada Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang berlaku di zaman Orde Baru. 

Namun, dokumen GBHN sendiri pertama kali ditetapkan oleh Presiden Soekarno melalui Perpres No.
1 Tahun 1960 tentang Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara. 

Dalam Pasal 1 Perpres tersebut dinyatakan bahwa “Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat
terbentuk, maka Manifesto Politik Republik Indonesia yang diucapkan pada tanggal 17 Agustus
1959 oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang adalah garis-garis besar daripada haluan
negara”.

Salah satu pertimbangan ditetapkannya GBHN ini adalah perlunya arah tujuan dan pedoman tertentu
dan jelas untuk “melancarkan kelanjutan revolusi kita dalam keinsyafan demokrasi terpimpin dan
ekonomi terpimpin”.

Di era Orde Lama, arah GBHN sangat ditentukan oleh pokok-pokok pikiran Presiden Soekarno yang
biasanya dipidatokan setiap tanggal 17 Agustus.

Tapi, presiden yang paling lama memerintah berdasarkan GHBN adalah Soeharto. Setidaknya  ada 6
GHBN yang sudah dijalankan Soeharto sejak 1 April 1969 hingga 21 Mei 1998, semuanya berdasarkan ketetapan MPR.

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU