> >

Juliari Batubara Divonis 12 Tahun Penjara, ICW: Pantasnya Mendekam Seumur HIdup di Penjara

Hukum | 23 Agustus 2021, 17:20 WIB
Sidang dakwaan kasus suap bansos, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin 21 Juni 2021. Mantan menteri sosial Juliari Batubara menerima uang suap sebesar Rp 32,4 M. Dana tersebut dikumpulkan oleh mantan KPA bansos Adi wahyono dan mantan PPK bansos Matheus Joko Santoso, dengan perintah oleh Juliari memotong fee Rp 10 ribu dari vendor bansos. (Sumber: ANGGI / KOMPASTV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis 12 tahun penjara bagi mantan Menteri Sosial Juliari Batubara tidak masuk akal dan melukai hati korban korupsi bantuan sosial (bansos).

Demikian Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan melalui keterangan tertulis kepada Kompas.TV, Senin (23/8/2021).

“Melihat dampak korupsi yang dilakukan oleh Juliari, ia sangat pantas dan tepat untuk mendekam seumur hidup di dalam penjara,” ujar Kurnia Ramadhana.

Bagi ICW, kata Kurnia, setidaknya ada empat argumentasi yang dapat disampaikan untuk mendukung kesimpulan bahwa Juliari harus dihukum seumur hidup penjara.

“Pertama, Juliari melakukan kejahatan saat menduduki posisi sebagai pejabat publik. Sehingga berdasarkan Pasal 52 KUHP hukuman Juliari mesti diperberat,” katanya.

Baca Juga: Juliari Batubara Kerap Dibully Jadi Pertimbangan Meringankan Hakim, MAKI: Semua Koruptor Dibully

“Kedua, praktik suap bansos dilakukan di tengah kondisi pandemi Covid-19. Hal ini menunjukkan betapa korupsi yang dilakukan Juliari sangat berdampak, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan, terhadap masyarakat.”

Ketiga, sambung Kurnia, hingga pembacaan nota pembelaan atau pledoi, Juliari tak kunjung mengakui perbuatannya.

“Padahal, dua orang yang berasal dari pihak swasta, Ardian dan Harry, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Juliari,” katanya.

Keempat, hukuman berat bagi Juliari akan memberikan pesan kuat bagi pejabat publik lain agar tidak melakukan praktik korupsi di tengah situasi pandemi Covid-19.

“Berangkat dari hal ini, maka semakin lengkap kebobrokan penegak hukum, baik KPK maupun Pengadilan, dalam menangani perkara korupsi bansos,” katanya.

Kurnia mengutarakan sejak awal ICW menganggap KPK memang takut dan enggan untuk mengembangkan perkara ke pihak-pihak lain. Indikasi itu, kata Kurnia, sudah terlihat sejak proses penyidikan.

Baca Juga: Juliari Batubara Juga Wajib Bayar Uang Pengganti Rp 14,59 Miliar, Hak Politik Dicabut

“Misalnya, keterlambatan melakukan penggeledahan dan keengganan memanggil sejumlah politisi sebagai saksi,” ujarnya.

Tidak hanya itu, lanjut Kurnia, saat fase penuntutan pun tidak jauh berbeda mulai dari menghilangkan nama sejumlah pihak dalam surat dakwaan.

Kemudian berlanjut dengan ketidakmauan jaksa untuk memanggil pihak yang diduga menguasai paket pengadaan bansos, dan rendahnya tuntutan terhadap Juliari.

“Di luar proses hukum, KPK juga diketahui memberhentikan Kasatgas Penyidikan dan Penyidik perkara bansos melalui Tes Wawasan Kebangsaan serta membangun dalih seolah-olah ingin menyelidiki dugaan kerugian negara,” kata Kurnia.

“Padahal diduga kuat tindakan itu untuk memperlambat dan melokalisir perkara ini agar berhenti hanya terhadap Juliari.”

Sebagai informasi, mantan Menteri Sosial Juliari Batubara divonis 12 tahun penjara an pidana denda sejumlah 500 juta rupiah karena terbukti melakukan korupsi bantuan sosial Covid-19.

Baca Juga: Terbukti Korupsi Bansos Covid-19, Juliari Batubara Divonis 12 Tahun Penjara

Dalam putusan untuk Juliari P Batubara, hakim juga memberikan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp14.597.450.000.

“Dengan ketentuan apabila tidak dibayar paling lama 1 bulan setelah perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa dirampas untuk menutupi kerugian keuangan negara tersebut,” ucap Hakim.

“Dan Apabila harta tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.”

Selain itu, Hakim juga memutuskan menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak politik bagi Juliari Batubara selama 4 tahun.

“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun, setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok,” ucap Hakim.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU