> >

ICW: Tuntutan Jaksa KPK Terhadap Terdakwa Korupsi Bansos Juliari Batubara Mencurigakan

Hukum | 29 Juli 2021, 10:37 WIB
LHKPN Menteri Sosial Juliari Batubara. (Sumber: Istimewa)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menuai kontroversi.

Penilaian itu disampaikan ICW terkait rendahnya tuntutan jaksa KPK terhadap Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang menjadi terdakwa korupsi pengadaan bantuan sosial di Kementerian Sosial.

Demikian peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengutarakan dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.TV, Kamis (29/7/2021).

“Betapa tidak, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut ringan eks Menteri Sosial Juliari P. Batubara, terdakwa korupsi pengadaan bansos sembako di Kementerian Sosial (Kemensos),” katanya.

“Juliari hanya dituntut hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan, dengan pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp14,5 miliar,” tambahnya.

Baca Juga: Juliari Batubara Dituntut 11 Tahun Penjara dan Bayar Uang Pengganti Rp 14,5 Miliar

Bagi ICW, sambung Kurnia Ramadhana, ringannya tuntutan tersebut semakin menggambarkan keengganan KPK menindak tegas pelaku korupsi bansos.

“Tuntutan KPK ini terkesan ganjil dan mencurigakan. Sebab, pasal yang menjadi alas tuntutan, yaitu Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebenarnya mengakomodir penjatuhan hukuman hingga penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar,” jelas Kurnia Ramadhana.

Selain tuntutan hukum yang rendah, Kurnia menilai pembayaran pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp14,5 miliar juga jauh dari memuaskan,.

Sebab, besaran tersebut kurang dari 50% dari total nilai suap yang diterima Juliari P. Batubara.

“Tuntutan yang rendah ini kontradiktif dengan semangat pemberantasan korupsi. Padahal, pimpinan KPK telah sesumbar menyatakan akan menghukum berat koruptor bansos Covid-19,” ujarnya.

Baca Juga: Juliari Akui Usulkan 500.000 Paket Bansos Covid-19 Dipasok PT Anomali Lumbung Artha

Kurnia menekankan penting diingat bahwa penegak hukum merupakan representasi negara dan korban yang bertugas meminta pertanggungjawaban atas kejahatan pelaku. Hal ini pun telah ditegaskan dalam Pasal 5 huruf d UU No. 19 tahun 2019 tentang KPK.

“Regulasi itu menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK mengedepankan asas kepentingan umum. Alih-alih dijalankan, KPK justru lebih terlihat seperti perwakilan pelaku yang sedang berupaya semaksimal mungkin agar terdakwa dijatuhi hukuman rendah,” kata Kurnia. 

Sebagai informasi, perkara korupsi bansos di Kemensos telah menguak peran Juliari yang didakwa telah menerima suap Rp 32,4 miliar. Juliari pun disebut telah menarik fee dari 109 penyedia bansos melalui Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. 

“Perbuatan korupsi yang diduga terjadi dalam distribusi bansos Covid-19 ini, diduga kuat tidak hanya terkait dengan suap-menyuap, tetapi juga berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara,” jelas Kurnia.

Baca Juga: Terdakwa Kasus Bansos Matheus Joko Santoso Ajukan Justice Collaborator, Ini Respons Kubu Juliari

“Potensi tersebut dapat muncul dari besaran keuntungan yang tidak wajar yang diambil oleh para penyedia, yang minim pengalaman atau bahkan tidak memiliki pengalaman sama sekali, sebagai produsen utama program bansos,” tambahnya. 

Di samping itu, lanjut Kurnia, Juliari diduga kuat turut mengoordinasikan atau membagi-bagi pengadaan agar dilakukan oleh penyedia tertentu, yang proses penunjukannya mengabaikan ketentuan pengadaan darurat.

“Para penyedia minim pengalaman tersebut, kemungkinan dipilih karena ada kedekatan atau afiliasi politik tertentu,” tutup Kurnia.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU