> >

Tak Relevan Dengan Kompetensi, Guru Besar UGM Sebut TWK KPK Jangan Sampai Jadi Jelmaan Orde Baru

Hukum | 24 Mei 2021, 13:35 WIB
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Baru KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. (Sumber: KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sigit Riyanto, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), khawatir penonaktifan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tersebut sebagai jelmaan laku rezim Orde Baru.

Sigit menyebut materi tes yang dilayangkan kepad 75 pegawai tersebut di antaranya menjurus pada pertanyaan tentang agama dan paham politik pribadi.

Katanya, hal tersebut menjadi masalah tersendiri karena melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Terlebih lagi, lanjut Sigit, ada semacam justifikasi dan dikaitkan dengan stigma kadrun dan lain-lain.

Menurutnya, itu adalah problem besar karena menjadi dalih atau cara untuk eksekusi bahkan persekusi.

Baca Juga: Setara Institute Tawarkan Solusi untuk Akhiri Kontroversi TWK KPK

"Nah, praktik seperti ini saya khawatir akan mengulang atau jelmaan dulu apa yang dilakukan penguasa orde baru," kata Sigit dalam acara diskusi daring yang disiarkan melalui kanal YouTube Yayasan LBH Indonesia, Minggu (23/5/2021).

Jelmaan yang dimaksud Sigit adalah mengulang praktik penelitian khusus (litsus) yang dilakukan era Orde Baru.

Salain itu, Sigit menduga alih status pegawai KPK dengan TWK digunakan untuk menyingkirkan para pegawai yang dianggap tak sejalan dengan pihak tertentu dalam pemberantasan korupsi.

Seperti diketahui, dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK, beberapa di antaranya sebagai Kasatgas penyidik yang menangani kasus dugaan korupsi kelas kakap, macam bantuan sosial (bansos) Covid-19 dan suap izin ekspor benih lobster.

Penulis : Hedi Basri Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU