> >

Koalisi Masyarakat Sipil Sikapi Tenggelamnya Kapal Selam KRI Nanggala 402

Peristiwa | 28 April 2021, 02:37 WIB
Kapal selam KRI Nanggala-402 buatan tahun 1952 saat latihan Pratugas Satgas Operasi Pengamanan Perbatasan (Pamtas) Maphilindo 2017 di Laut Jawa, Jumat (20/1/2017). (Sumber: Antara via Kompas.com)

Ia menilai bahwa pengadaan alutsista sebagai bagian dari upaya modernisasi dan penguatan pertahanan Indonesia memang sangat penting dan diperlukan. 

Meski demikian, upaya tersebut harus dijalankan secara transparan dan akuntabel. 

Dalam praktiknya, beberapa kasus pengadaan alutsista selama ini bukan hanya menyimpang dari kebijakan pembangunan postur pertahanan, tetapi juga sarat dengan dugaan terjadinya korupsi.

Dalam sejumlah pengadaan, misalnya, beberapa alutsista yang dibeli berada di bawah standar dan kadangkala tidak sesuai dengan kebutuhan. 

Pembelian alutsista bekas juga menjadi persoalan karena memiliki potensi bermasalah yang lebih besar, tidak hanya akan membebani anggaran untuk perawatan, tetapi juga akan berisiko terjadi kecelakaan yang mengancam keselamatan dan keamanan prajurit. 

Al Araf menilai, penggunaan alutsista bekas dan alutsista tua telah menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya beberapa kecelakaan. 

Kondisi alutsista yang berada di bawah standar kesiapan akan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. 

Sementara itu, proses perawatan/retrovit yang dilakukan menjadi permasalahan tersendiri dalam kesiapan alutsista. 

Semisal, dalam kasus kapal selam KRI Nanggala 402, proses retrovit (overhaul) yang dilakukan di Korea Selatan tentu patut dipertanyakan. 

Mengapa pilihan overhaul itu dilakukan di Korea Selatan dan bukan di Jerman?  

Baca Juga: Ridwan Kamil Beri Bantuan kepada Keluarga Prajurit KRI Nanggala-402

Padahal, kapal selam ini diproduksi oleh pabrikan Howaldtswerke-Deutsche Werft di Jerman bukan oleh Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering, Korea Selatan. 

Penulis : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU