> >

Buruh bakal Demo Besar-Besaran Tolak Omnibus Law, Begini Tanggapan Menaker Ida Fauziyah

Sosial | 6 April 2021, 17:04 WIB
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menanggapi rencana buruh aksi besar-besaran tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. (Sumber: Humas Kemnaker)

SEMARANG, KOMPAS.TV - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menanggapi rencana demonstrasi menolak omnibus law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Aksi besar-besaran itu rencananya bakal berlangsung pada 12 April 2021 di beberapa daerah Indonesia.

Menaker Ida meminta para buruh tak turun ke jalan. Menurutnya, ada cara lain untuk menyampaikan aspirasi.

Ia pun mengaku, Kementerian Ketenagakerjaan terbuka dengan seluruh aspirasi buruh.

Baca Juga: Lebaran Nanti PNS Dapat THR Penuh, Bagaimana Pekerja Swasta?

“Kalau ingin memberikan masukan, kami sangat terbuka. Dan selama ini kami juga sudah biasa dari teman-teman serikat pekerja,” ujar Menaker Ida di acara Munas II FKSPN, Senin (5/4/2021), dikutip dari Kompas.com.

Ida mengingatkan, kondisi pandemi Corona juga menebar ancaman tersendiri. Kerumunan yang muncul karena demonstrasi berpotensi menyebabkan penularan virus Covid-19.

Rencana aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pertama kali terungkap dari pernyataan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI) Said Iqbal.

Said mengklaim, demonstrasi akan berjalan di 20 provinsi dan lebih dari 150 kabupaten/kota.

Secara rinci aksi tersebar di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Maluku, Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Bentuk aksinya ada perwakilan yang akan ke Mahkamah Konstitusi sebagai simbol penolakan omnibus law. Serta di daerah-daerah ada perwakilan yang ke kantor gubernur, bupati, atau walikota di daerahnya masing-masing," kata Said dalam konferensi pers virtual, Senin (5/4/2021).

Baca Juga: Presiden Jokowi Keluarkan Limbah Batu Bara dari Kategori Berbahaya, Pengamat: Bahayakan Masyarakat

Selain itu, Said mengatakan, para buruh juga menuntut Mahkamah Konstitusi mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja, utamanya yang berkaitan dengan klaster ketenagakerjaan.

Pihaknya juga mendesak pemerintah memastikan pengusaha membayar Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja secara penuh atau tanpa cicilan seperti tahun lalu.

Said mengaku, para buruh akan menjalankan aksi dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan Covid-19. Ia juga berencana melakukan tes rapid antigen sebelum aksi.

"Aksi ini tentu mengikuti perintah satgas Covid-19. Kita tidak akan melanggar ketentuan Satgas dan aparat keamanan," kata Said.

Omnibus Law UU Cipta Kerja sejak 2020 telah mendapat banyak kritik dari banyak kalangan masyarakat, antara lain pakar hukum tata negara, pakar ekonomi, buruh, aktivis lingkungan, masyarakat adat, dan pelajar.

Baca Juga: Menaker Ida Fauziyah Blak-blakan Soal Angka Pengangguran di Indonesia: Ada 9,7 Juta Orang

Baru-baru ini, aktivis dan masyarakat umum menyoroti aturan turunan Omnibus Law yang membahayakan lingkungan.

Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

PP 22/2021 ini mengeluarkan sebagian limbah batubara FABA (fly ash, bottom ash) dan limbah kelapa sawit dari kategori bahan berbahaya dan beracun (B3).

“Keputusan pemerintah menghapus limbah batubara dari kategori limbah berbahaya dan beracun (B3) adalah keputusan bermasalah dan sebuah kabar sangat buruk bagi kelestarian lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat,” cuit Trend Asia melalui akun Twitter @TrendAsia_Org.

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Eddward-S-Kennedy

Sumber : Kompas TV


TERBARU