> >

Duduk Perkara Tagihan Listrik Rp 68 Juta, Ternyata Kronologi Pelanggan dan PLN Berbeda

Peristiwa | 18 Januari 2021, 12:03 WIB
Ilustrasi: meteran listrik. Duduk Perkara Tagihan Listrik Rp 68 Juta, Ternyata Kronologi Pelanggan dan PLN Berbeda. (Sumber: (Pixaby))

JAKARTA, KOMPAS.TV - Seorang pelanggan PLN protes lantaran mengalami lonjakan tagihan listrik hinggaRp 68 juta. Pelanggan tersebut yakni ibu rumah tangga berinisial M (31) yang tinggal di Tangerang, Banten.

Dia pun membuat utas soal tagihan listriknya itu di media sosial Twitter pada 15 Januari 2021 hingga akhirnya viral.

M mengaku biasanya hanya menerima tagihan listrik sebesar Rp 500.000 hingga Rp 700.000 per bulannya. 

Pihak PLN pun sudah memberi klarifikasi terkait permasalahan tersebut. Namun, kronologi versi pelanggan dan PLN rupanya ada perbedaan.

Pelanggan mengaku tidak diperlihatkan unit meteran listrik yang dibawa dan diperiksa petugas PLN. Sementara pihak PLN mengklaim bahwa proses pengujian kWh meter tersebut disaksikan pelanggan.

Berikut kronologi versi pelanggan dan versi PLN lebih lengkapnya.

Baca Juga: Viral Tagihan Listrik Bengkak hingga Rp 68 Juta, PLN: Ada Kawat Jumper di kWh Meter

Kronologi Versi Pelanggan

M dan keluarganya tinggal di rumah di Tangerang sejak Februari 2020. Dia mengatakan kejanggalan muncul ketika bulan Oktober 2020 suaminya mendapatkan tagihan online yang membengkak, yakni hampir Rp 5 juta.

Padahal dia mengaku biasanya hanya mendapat tagihan Rp 500.000-700.000 per bulan.

Kemudian bulan November 2020 juga masih sama, mereka menerima tagihan hampir Rp 5 juta. Karena merasa aneh, keluarga itu datang ke PLN Cabang Kreo Ciledug.

14 Januari 2021 Petugas PLN Datang

Singkat cerita, tiba-tiba ada petugas PLN yang datang untuk mengecek meteran pada 14 Januari 2021.

Petugas yang memakai seragam itu mengatakan meteran perlu diganti karena tidak presisi.

M lantas mengizinkan petugas untuk mengganti meterannya, karena merasa memang tidak pernah diganti sejak 2019.

Selanjutnya, M mengaku diberikan berita acara yang meminta agar datang ke kantor PLN untuk mengecek unit meteran bersama-sama karena ada angka yang tidak presisi.

Sampai di sini, ia tak merasa ada sesuatu, karena memang tak melakukan apa pun terhadap meteran itu.

"Nggak ada bilang curiga atau apa, kita mah iyain aja wong nggak ngerasa ngapa-ngapain," katanya dikutip dari Kompas.com, Minggu (17/1/2021).

15 Januari 2021 Datang ke Kantor PLN

Kemudian pada 15 Januari 2021, dia dan suami datang ke kantor PLN yang ditentukan pada pukul 10.00 WIB.

"Sampai di sana, unit meteran kita yang di dalam plastik, dibuka sendiri ama pihak PLN-nya. Gak diperlihatkan ke kita kayak buka hape baru gitu loh, yang sama-sama liat dari A sampe Z. Dijelaskan komponennya aja nggak," ungkapnya.

Kemudian petugas mengatakan kepada mereka bahwa ada kabel yang tidak seharusnya. Keduanya terkejut. Mereka ditunjukkan kabel hitam yang rapi dipasang di dalam komponen meteran.

"Saya dan suami kaget sekali dan berusaha mencari bagan meteran tipe tersebut di Google untuk perbandingan. Mereka juga nggak ngasih foto/bagan meteran yang benar, kita pikir kita mau dikerjain kayaknya. Jadi berusaha cari referensi lewat Google. Tentunya nggak ada," imbuhnya.

Baca Juga: Tagihan Listrik Gila-gilaan, Bupati Probolinggo hingga Chef Arnold Protes Keras PLN

Denda Rp 68 Juta

Setelahnya M langsung diberi denda sebanyak Rp 68 juta. PLN menyebut mereka telah melanggar tingkat 2 P2TL. Namun yang membuat M tidak terima adalah karena dari uji lab hanya error 10-15 persen.

Dia dan suaminya juga sudah menjelaskan bahwa rumah tersebut masih atas nama kakak dari suami.

Keduanya ingin menanyakan terkait adanya kabel hitam itu. Namun mereka mengaku tidak diizinkan dan harus membayar denda saat itu juga atau diputus listriknya.

"Kami mau konfirmasi boleh nggak 1-3 hari gitu. Jawabannya apa? Nggak boleh. Bayar hari ini atau sebelum jam 5 listrik bapak diputus," kata dia.

Dia mengatakan ketentuan tersebut tidak bisa dinego. Padahal menurut aturan yang dia baca ada waktu 3 hari.

Karena tidak ada uang sebanyak itu, pihak petugas memutuskan boleh membayar sebesar 30 persen lebih dulu atau sekitar Rp 20,4 juta.

M juga merasa bahwa tindakan PLN tidak adil, karena tidak menjelaskan opsi lain bahwa keluarga yang bersangkutan juga bisa mengajukan keberatan.

Hal itu baru dia ketahui belakangan. Dia berharap sisa denda bisa dinegosiasikan. 

"Kalau katanya kami sudah tandatangan menerima kenyataan itu, ya karena dipaksa bayar atau diputus. Kalo tandatangan ya bersedia membayar. Jadi ini pemaksaan juga. Kalau saya memang terima, saya gak akan bikin thread," jelas M.

Baca Juga: Wajarkah Tagihan Listrik Naik Gila-gilaan di Tengah Pandemi? Begini Penjelasan PLN

Kronologi Versi PLN

Sementara itu, SRM General Affairs PLN UID Jakarta Raya, Emir Muhaimin, mengatakan, ditemukan indikasi ketidaksesuaian yang ditetapkan sebagai pelanggaran kategori P2 sehingga ada besaran tagihan susulan (TS) dengan besaran seperti informasi yang disampaikan pelanggan yaitu RP 68 juta.

Menurut dia, pelanggan telah membayar uang muka sebesar 30 persen dan sisanya dicicil. Emir mengeklaim bahwa komunikasi dengan pelanggan selalu terbuka.

"Saat ini pihak PLN Kebon Jeruk terus berkomunikasi dengan pihak pelanggan dan menurut kami pintu komunikasi dengan PLN selalu terbuka dan tidak pernah kami tutup," kata Emir.

Terpisah, Manajer UP3 Kebon Jerum Yondri Nelwan mengatakan, petugas PLN yang mendatangi keluarga M pada 14 Januari 2021 telah melakukan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL).

Menurut dia, proses itu disaksikan pemilik rumah. Dari hasil pemeriksaan, petugas PLN menemukan kejanggalan pada kWh meter yaitu pada anngka meter dan segel.

Selanjutnya, petugas membawa kWh meter itu dibawa untuk dilakukan pengujian, dan menggantinya dengan yang baru.

Pihak PLN mengklaim bahwa proses pengujian kWh meter pada 15 Januari 2021 disaksikan pihak pelanggan dan kepolisian.

Hasilnya, ditemukan kawat jumper pada kWh meter yang memengaruhi penghitungan pemakaian listrik.

"Dari hasil pengujian, ditemukan kawat jumper pada kWh meter yang memengaruhi penghitungan pemakaian tenaga listrik. Pelanggaran tersebut masuk ke golongan pelanggaran P2, yaitu memengaruhi pengukuran energi dan dikenakan tagihan susulan (TS) sebesar Rp 68.051.521," kata pihak PLN dalam keterangan tertulisnya.

Menurut pihak PLN, pelanggan itu sudah menerima penjelasan dari PLN dan bersedia membayar tagihan susulan tersebut dengan uang muka sebesar 30 persen. Sisanya dibayar secara angsuran.

Selain itu, PLN juga mengimbau masyarakat untuk tidak mengutak-atik kWh meter yang dapat memengaruhi pemakaian energi listrik.

Masyarakat juga diingatkan untuk melakukan cek kelistrikan saat melakukan jual beli atau sewa rumah agar tidak timbul persoalan di kemudian hari.

Baca Juga: Diskon Tagihan Listrik Selama Pandemi Covid-19

 

Penulis : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU