> >

RUU Larangan Minuman Alkohol, Peminum Bakal Dipidana dan Denda Puluhan Juta

Politik | 12 November 2020, 22:15 WIB
Ilustrasi: minuman beralkohol. (Sumber: KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)

Tim terpadu terdiri dari perwakilan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Polri, Kejaksaan Agung, dan perwakilan tokoh agama/tokoh masyarakat.

Pada Bab VI tentang Ketentuan Pidana, mereka yang melanggar aturan akan dipidana penjara minimal dua tahun dan paling lama sepuluh tahun atau denda paling sedikit Rp 200.000 dan paling banyak Rp 1 miliar.

Sedangkan masyarakat yang mengonsumsi minol akan dipidana penjara minimal tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp10.000.000 dan paling banyak Rp50.000.000.

Baca Juga: Anggota DPR Fraksi Golkar: RUU Larangan Minuman Beralkohol akan Menimbulkan Pengangguran

Pro Kontra RUU Larangan Minol

Pembahasan RUU Larangan Minuman Alkohol menuai pertentangan di dalam DPR sendiri.

Salah satu pengusul, anggota DPR dari Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, RUU Larangan Minuman Alkohol bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif akibat pengonsumsian minuman beralkohol.

Menurutnya, soal minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam undang-undang. Pengaturannya saat ini masuk di KUHP yang deliknya dinilai terlalu umum.

Padahal aturan larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama, bahwa tiap orang berhak hidup sejahtera di lingkungan yang baik.

"Sebab itu, melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Minuman Alkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," kata Illiza, dikutip dari Kompas.com.

Sementara, Anggota Baleg DPR dari Fraksi Golkar Christina Aryani mengatakan RUU Larangan Minol berpotensi mematikan banyak usaha dan menciptakan pengangguran.

"RUU ini melarang produksi, penyimpanan, mengedarkan, mengkonsumsi, ini akan mematikan banyak usaha dan menimbulkan pengangguran, sehingga tidak sejalan dengan spirit menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya yang hendak dicapai pemerintah," kata Christina saat dihubungi, dikutip dari Kompas.com, Kamis (12/11/2020).

Selain itu, rujukan yang digunakan para pengusul dalam penyusunan RUU Larangan Minol sudah usang. Seharusnya para pengusul melakukan kajian lebih dalam lagi, sehingga urgensi RUU ini tampak lebih jelas.

"Penelitian yang dirujuk pengusul juga sudah outdated, tahun 2007 dan 2014. Perlu dilakukan kajian mendalam, termasuk cost and benefit analysis terkait urgensi penerapan wacana yang digagas pengusul," ujarnya.

Penulis : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU