> >

Pro Kontra Ahok Jadi Kandidat Gubernur Ibu Kota Negara Baru. Persiapan untuk Pilpres 2024?

Politik | 16 Maret 2020, 17:48 WIB
Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (Sumber: KOMPAS.com/ GLORI K WADRIANTO)

Belum genap 3 bulan menjabat Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero), nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah disebut-sebut lagi.

Kali ini mantan Gubernur DKI Jakarta itu digadang-gadang sebagai calon Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi langsung yang menominasikan Ahok sebagai salah satu kandidat “Gubernur” IKN yang baru itu.

Selain Ahok, ada pula tiga nama kandidat lainnya yang akan diberi amanah dan tanggung jawab oleh Presiden Jokowi untuk memimpin proses pemindahaan serta pembangunan IKN baru di Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

"Kandidat memang banyak. Satu pak Bambang Brodjonegoro, dua pak Ahok, tiga pak Tumiyana, empat Pak Azwar Anas," Presiden Jokowi menegaskan. 

DARI "212" HINGGA "DAD" KALTIM

Pengumuman Presiden Jokowi menyebutkan nama Ahok itu menuai pro dan kontra.
Sikap kontra disampaikan Ketua Korlabi, Damai Hari Lubis yang mengatasnamakan Mujahid 212.
Sebelumnya, ia pun berunjuk rasa pada 21 Februari 2020, juga mengusung angka 212. 
Inilah angka yang dikenal sebagai angka perlawanan terhadap kasus penodaan agama yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta Ahok pada 2016 lalu. 
Kepada wartawan, Kamis (5/3/2020) pekan lalu, ia menjelaskan alasannya, 
"Kami butuh sampaikan statement bahwa apabila DPR RI sebagai wakil rakyat menyetujui kepindahan ibu kota negara ini, dan sebagai calon kepala daerahnya adalah Ahok, maka kami katakan dan nyatakan secara tegas, kami menolak keras Ahok lantaran fakta-fakta pribadi Ahok merupakan seorang jati diri yang memiliki banyak masalah!"

Namun, selang beberapa hari kemudian, Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Timur (Kaltim), justru bersikap sebaliknya!

Ketua DAD Kaltim, Abraham Ingan, Jumat lalu (13/3/2020), di Samarinda Kaltim berkata lantang,

"Secara bulat kami mendukung BTP (Basuki Tjahaja Purnama) menjadi Kepala Badan Otorita IKN dan kami berharap pak Presiden Jokowi juga memilih BTP!" 

Akibatnya, pro - kontra pun mencuat!

Bukan hanya di kalangan kelompok organisasi, pro dan kontra itu bahkan sampai tingkat elit. 

Dari masyarakat yang saya temui di tayangan program AIMAN, yang tayang Senin (16/3/2020), sangat tampak. 

AIMAN & SUARA MASYARAKAT MAJEMUK
Perbedaan pendapat antara yang setuju dan yang tidak setuju itu sangat beragam.

Bahkan AIMAN mengambil suara masyarakat dari - sebisa mungkin - kalangan jenis kelamin, jenis identitas suku, hingga keyakinan yang berbeda. 

Ada kejutan dari tayangan program AIMAN ini. 

Meski soal identitas, namun tidak secara eksplisit dijelaskan dalam tayangannya. 

APA KATA SAHABAT DEKAT AHOK?
Untuk menjawab kepastian soal penunjukan itu, saya mendatangi teman dekat sekaligus petinggi PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat. 

Djarot menyatakan kegeliannya,

"Belum apa - apa kok udah didemo, saya ini geli juga!"

“Presiden Jokowi pasti punya dasar mengapa menyebutkan 4 nama yang akan memimpin proyek Ibu Kota baru itu!" ungkap Gubernur DKI Jakarta 2017, pengganti Ahok saat menjalani proses hukum dan penjara karena kasus penodaan agama kala itu.

JAWABAN MANTAN BIROKRAT SENIOR YANG KONTRA AHOK
Sementara pada suara yang kontra, saya mewawancarai seorang birokrat senior yang sudah 32 tahun mengabdi, yakni Said Didu. 

Said justru sama sekali tidak mempermasalahkan status Ahok sebagai mantan narapidana, tapi yang ia khawatirkan adalah langkah Ahok yang bisa bermasalah di kemudian hari.

"Ahok sering menabrak aturan, dan bisa bermasalah di kemudian hari. Ini akan mengkhawatirkan para investor!"

Saya menanyakan, "bukankah Ahok dikenal sebagai eksekutor handal?"

Said menjawab, 

"Investor tidak peduli dengan hasil nanti, yang ia pikirkan hanya uang mereka kembali dan mendapat imbal hasil. Sementara kasus hukum yang mungkin terjadi, bisa membuyarkan harapan investor meraih untung!" 

Bagaimanapun, penyebutan nama Ahok menjadi pro dan kontra menuju Ibu Kota baru.

Pindahan tahap awal Ibu Kota Negara baru pada 2024 kelak, persis pada Pemilu mendatang menjadi sebuah pertaruhan.

PINDAH KILAT 2024 JADI KUNCI
Tak ayal, sebagian kalangan menuding agenda politik berada di balik penyebutan nama Ahok sebagai salah satu kandidat yang diusung menjadi calon Kepala Badan Otorita IKN baru. 
 
Siapa pun "Gubernur" Ibu Kota Negara baru nanti, yang pasti pejabat nanti bertanggung jawab dan punya beban berat. 

Tak hanya kemampuan yang jadi pertimbangan, tetapi kepastian akan kepindahan proyek super besar - ratusan triliunan rupiah, ini menjadi pertaruhan. 

Rencana untuk sukses pindah kilat pada 2024, layak jadi pertimbangan!

Saya Aiman Witjaksono...

Salam!
 

Penulis : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU