> >

Kisah Mereka yang Lahir dan Tumbuh di Makkah, Haru Menyebut Kota Suci Kampung Halaman

Kompas dunia | 27 Juni 2023, 15:38 WIB
Bagaimana rasanya, tinggal, dan tumbuh di Makkah dan menyebut kota suci Mekah sebagai kampung halaman? Berikut adalah kisah warga kota suci Mekah berdasarkan laporan dari Associated Press, Selasa (27/6/2023). (Sumber: AP Photo)

MEKAH, KOMPAS.TV - Bagaimana rasanya tinggal dan tumbuh di Makkah bahkan mereka yang menyebut kota suci Makkah sebagai kampung halaman?

Berikut adalah kisah warga kota suci Makkah berdasarkan laporan dari Associated Press, Selasa (27/6/2023).

Bagi Zainab Abdu, kota suci Makkah latar belakang kehidupannya sejak masih kecil, dengan seluruh kisahnya bertumbuh sejak anak-anak hingga dewasa saat ini.

Dibesarkan di Makkah, Abdu mengingat saat bermain sepatu roda bersama teman-temannya di dekat Masjidilharam di mana Ka'bah berada.

Padang pasir dan lembah yang dipadati jemaah haji setiap tahun adalah tempat saat di luar musim haji.

Ia bersama keluarga dan teman-teman melakukan piknik, mengendarai kuda, dan bermain sepak bola.

"Masjidilharam adalah rumahku," kata Zainab Abdu, seorang apoteker yang kini berusia 29 tahun.

"Itu adalah masa kecilku. Tapi orang tidak bisa membayangkan betapa normalnya kehidupan kami, karena kami melakukan semua hal yang juga dilakukan semua orang."

Makkah adalah kota suci Islam dan tempat kelahiran Rasulullah Muhammad SAW, tempat Rasulullah pertama kali menerima wahyu.

Makkah juga lokasi Ka'bah, titik pemandu arah umat Muslim di seluruh dunia melakukan salat, baik shalat wajib maupun shalat sunah.

Makkah juga merupakan kampung halaman dan kediaman sekitar 2 juta orang yang melakukan kegiatan sehari-hari seperti mencuci pakaian, berbelanja kebutuhan sehari-hari, bekerja, bersekolah, berjualan, mengerjakan pekerjaan rumah, dan membayar tagihan.

Baca Juga: Puncak Ibadah Haji 2023, Jutaan Jemaah Padati Arafah Mekkah

Bagaimana rasanya, tinggal, dan tumbuh di Mekah dan menyebut kota suci Mekah sebagai kampung halaman? Berikut adalah kisah warga kota suci Mekah berdasarkan laporan dari Associated Press, Selasa (27/6/2023). (Sumber: AP Photo)

Di luar area yang didominasi oleh jemaah haji, daerah perkotaan modern Makkah tersebar di antara jalan-jalan dengan mal-mal kecil, pusat kebugaran, sekolah-sekolah, dan universitas.

Makkah hanya punya sedikit kemegahan seperti kota-kota di Teluk seperti Dubai atau Doha, atau bahkan Riyadh.

Mal-malnya sederhana, meskipun gerai minuman bubble tea dan jaringan terkenal seperti Sephora mulai masuk.

Di food court salah satu mal, terdapat tanda yang menyatakan restoran cepat saji ayam dari Amerika, Popeyes, akan segera dibuka.

Kehidupan sehari-hari memang memberikan perhatian khusus terhadap kesucian Makkah.

Kota ini tidak punya bioskop, meskipun pemerintah Arab Saudi mencabut larangan nasional terhadap bioskop tahun 2018.

Untuk menonton film, penduduk harus pergi ke Jeddah, sekitar 70 kilometer dari Makkah. Pusat-pusat pernikahan juga dijauhkan dari area suci.

"Ini adalah kota suci dan itu harus dihormati," kata Abdu.

"Musik dimainkan pada ulang tahun dan perayaan lainnya, tetapi tidak boleh keras."

Dan sekali setahun, populasi kota ini melonjak hampir dua kali lipat ketika jemaah haji dari seluruh dunia datang melaksanakan ibadah haji seperti yang terjadi minggu ini.

Keamanan diperketat di jalan-jalan untuk mengatur lalu lintas saat rombongan besar jamaah haji bergerak di sekitar Masjidilharam dan ke situs-situs suci di padang pasir dekat Mina, Muzdalifah, dan Jabal Arafah.

Baca Juga: Jadi Penentu Ibadah Haji, Hari Ini 9 Zulhijah 1444 H bertepatan 27 Juni 2023 Jemaah Wukuf di Arafah

Bagaimana rasanya, tinggal, dan tumbuh di Mekah dan menyebut kota suci Mekah sebagai kampung halaman? Berikut adalah kisah warga kota suci Mekah berdasarkan laporan dari Associated Press, Selasa (27/6/2023). (Sumber: AP Photo)

Bagi Abdu, ini berarti waktu ekstra untuk menghadapi kemacetan dan menghindari rute tertentu karena jalan ditutup, meskipun ia tidak tinggal di dekat Masjidilharam.

Abdu juga bersiap untuk lembur berjam-jam karena banyaknya jamaah haji yang menderita pilek, gejala flu, gangguan pencernaan, atau nyeri otot, yang semuanya adalah penyakit umum saat menjalani ibadah haji. Abdu lahir di Jeddah dan telah tinggal di Mekah sejak usia enam tahun.

Penduduk Makkah dulunya punya interaksi yang lebih personal dengan jemaah haji.

Namun, langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mengendalikan dan mengatur kerumunan telah menimbulkan jarak antara warga kota dengan jamaah haji. Investasi besar-besaran mengubah Makkah.

Pada masa lalu, "orang-orang membuka pintu rumah mereka" untuk jamaah haji, kata Fajr Abdullah Abdul-Halim, seorang bapak berusia 57 tahun yang lahir serta dibesarkan di Mekah.

"Jika ada orang sakit, mereka biasa diobati di rumah warga. Itu adalah masa-masa yang indah."

Rumah keluarga Abdul-Halim berdekatan dengan Masjidilharam, sehingga mereka dapat melihat jemaah haji mengelilingi Ka'bah dari atap rumah mereka.

Keluarga-keluarga Makkah biasa saja berkumpul di sekitar Masjidil Haram, karena sedikit sekali tempat umum lainnya.

Abdul-Halim mengingat pergi ke sana dengan orang tuanya dan saudara-saudaranya setiap sore untuk beribadah dan tinggal hingga salat maghrib.

Sekarang setelah menikah dan kehilangan kerabat di Makkah, Abdul-Halim jarang memiliki alasan untuk berkunjung.

Daerah-daerah di sekitar masjidilharam telah berubah dan tidak lagi dikenali setelah pembangunan hotel-hotel megah, pencakar langit, jalan raya, dan infrastruktur lainnya dalam satu dekade terakhir.

Baca Juga: Jamaah Haji Masuk Wukuf Hari Ini, Puasa Arafah 2023 Ikut Arab Saudi Atau Pemerintah Indonesia?

Bagaimana rasanya, tinggal, dan tumbuh di Mekah dan menyebut kota suci Mekah sebagai kampung halaman? Berikut adalah kisah warga kota suci Mekah berdasarkan laporan dari Associated Press, Selasa (27/6/2023). (Sumber: AP Photo)

Baik Abdul-Halim maupun Abdu mengatakan, dulu mereka bisa dengan mudah melaksanakan ibadah haji tanpa perencanaan yang rumit.

Namun hari-hari ketika warga kota Makkah bisa bergabung melaksanakan ibadah haji dengan bebas sudah berlalu; sekarang mereka harus mengajukan permohonan dan membayar biaya mulai dari US$1.060 per orang.

Menurutnya, ada kebanggaan khusus sebagai warga ber KTP kota suci Mekah.

Abdu mengingat bagaimana di sekolah dasar, "kami diingatkan untuk memberikan contoh yang baik bagi orang lain karena status Mekah."

"Saya selalu dikatakan bahwa saya beruntung, saya bisa pergi (ke Masjidilharam) setiap hari. Orang-orang sangat bersemangat bahwa saya tinggal di sini. Kadang-kadang saya merasa belum cukup banyak mengabdi, tetapi saya sangat bersyukur. Itu adalah karunia," katanya.

"Ketika datang waktu haji, itu seperti membuka rumah Anda untuk tamu. Ketika tamu-tamu itu pergi, Anda merasa sedih."

Beberapa hari sebelum dimulainya ibadah haji pada hari Senin, sopir taksi asal Bangladesh, Jahid Rojin, menghela napas saat mobilnya bergerak perlahan dari kompleks Masjidilharam menuju kawasan Aziziyah.

"Selalu seperti ini saat musim haji," katanya dalam bahasa Urdu, sambil menunjukkan jalan-jalan yang dipenuhi jamaah haji yang berkeringat.

Lahir di Dhaka, Rojin telah tinggal di Makkah selama 16 tahun, sebagai bagian dari komunitas Asia Selatan yang tinggal secara permanen di sana.

Selama musim haji, harga sewa yang dia bayarkan kepada pemilik taksi naik menjadi sekitar US$1.600 per bulan dari $1.000.

Dia harus pindah dari apartemennya karena pemiliknya ingin menyewakannya kepada jemaah haji dan mendapatkan uang tambahan.

Namun, dia mengatakan ada sisi positifnya.

"Berkah dan rizki yang Anda dapatkan dari berada di Mekah tidak ada duanya di dunia ini, bahkan dibanding tempat lain di Arab Saudi," katanya, sambil membebankan biaya perjalanan tiga kali lipat kepada seorang perempuan yang putus asa untuk berbagi taksi dengan dua penumpang lainnya.

"Saya sangat beruntung tinggal di sini. Saya tahu itu."

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Fadhilah

Sumber : Associated Press


TERBARU