> >

Situasi Makin Panas, Pemimpin Filipina Perintahkan Militer Fokus ke Laut China Selatan

Kompas dunia | 1 Maret 2023, 05:25 WIB
Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr, hari Senin (27/2/2023), mengatakan misi utama militer negaranya berubah, kini memusatkan upaya untuk memastikan perlindungan teritorial saat sengketa dengan China dan persaingan AS-China semakin sengit. (Sumber: Malacanang Presidential Communications Office/AP Photo)

MANILA, KOMPAS.TV - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr, hari Senin (27/2/2023), mengatakan misi utama militer negaranya berubah, kini memusatkan upaya untuk memastikan perlindungan teritorial dalam sengketa dengan China dan persaingan AS-China semakin sengit.

Seperti laporan Associated Press, Rabu (28/2/2023), Presiden Ferdinand Marcos Jr menekankan urgensi pergeseran fokus militer pada pertahanan eksternal dalam pidatonya di depan pasukan. Dia berbicara dua minggu setelah memanggil duta besar China untuk memprotes penggunaan laser militer oleh penjaga pantai China yang membuat beberapa awak kapal patroli Filipina di Laut China Selatan menjadi buta sementara.

Filipina mengutuk insiden 6 Februari dalam salah satu dari lebih dari 200 protes diplomatik yang dilayangkan terhadap aksi agresif China di jalur air yang disengketakan sejak tahun lalu.

China menuduh Filipina menyusup ke wilayahnya dan mengatakan penjaga pantainya menggunakan laser yang tidak berbahaya untuk melacak kapal Filipina. China mengeklaim sebagian besar dari Laut China Selatan sebagai wilayahnya.

"Saya mengatakan misi Anda di AFP berubah," ujar Marcos kepada pasukan yang dimaksudkan sebagai Angkatan Bersenjata Filipina.

"Selama bertahun-tahun, kita berhasil menjaga perdamaian dan mempertahankan pemahaman dengan semua tetangga kami. Namun sekarang, hal-hal mulai berubah dan kita harus menyesuaikan diri."

Dia mengatakan batas-batas negaranya dipertanyakan, "Dan ada banyak hal yang sedang terjadi sehingga angkatan udara memiliki misi besar untuk sepenuhnya mengamankan Filipina." Dia juga menekankan "intensifikasi persaingan antara negara adidaya."

Marcos tidak memberikan rincian atau menyebut China dalam pidatonya di Provinsi Cebu, tetapi menekankan kebijakan luar negeri Filipina tetap berkomitmen untuk perdamaian.

Baca Juga: Usai Insiden Laser Kapal China, Filipina Pertimbangkan Patroli Gabungan dengan AS-Australia di LCS

Klaim yang dibuat sejumlah negara atas kepemilikan wilayah perairan di Laut China Selatan. Setelah beberapa dekade melawan pemberontakan, militer Filipina mulai fokus mempertahankan perbatasan laut negara. (Sumber: Kementerian Luar Negeri AS via Al Jazeera)

Meskipun menjadi negara yang relatif kecil, "Kita masih harus berjuang untuk hak setiap orang Filipina, karena Filipina adalah negara berdaulat dan memiliki pemerintahan yang berfungsi," katanya.

Setelah beberapa dekade melawan pemberontakan, militer mulai fokus mempertahankan perbatasan laut negara. Mereka meluncurkan upaya untuk memodernisasi militer yang menghadapi keterbelakangan dan kendala keuangan.

Banyak senjata dan peralatan yang kini ditujukan untuk meningkatkan patroli udara dan laut untuk menjaga garis pantai kepulauan yang luas dan membangun daya tangkal minimal.

Di bawah pakta pertahanan 2014 dengan Amerika Serikat, Marcos baru-baru ini menyetujui kehadiran militer Amerika Serikat yang lebih luas di Filipina dengan memungkinkan giliran pasukan Amerika untuk tinggal di empat kamp militer Filipina lainnya.

Ini merupakan perubahan yang tajam dari pendahulunya, Rodrigo Duterte, yang tidak ingin jejak militer Amerika bisa menyakiti Beijing.

China, Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei terlibat dalam perseteruan wilayah yang semakin tegang di Laut China Selatan, di mana kapal dan pesawat tempur Angkatan Laut Amerika Serikat melakukan patroli untuk mempromosikan kebebasan bergerak, menantang klaim luas Beijing, dan menenangkan sekutu seperti Filipina.

Perselisihan ini semakin intens setelah China mengubah tujuh terumbu karang yang dipersengketakan menjadi basis pulau yang dilindungi oleh rudal untuk memperkuat klaimnya. Perairan yang dipersengketakan dianggap sebagai titik rawan Asia dan front yang sensitif dalam persaingan AS-China di wilayah itu.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Associated Press


TERBARU