> >

India Diintai Pandemi Kuman Super yang Kebal Antibiotik, Butuh Tindakan Segera Cegah Malapetaka

Kompas dunia | 13 Oktober 2022, 00:05 WIB
Ilustrasi. Seorang pasien dengue berbaring di balik kelambu di bangsal Rumah Sakit Tej Bahadur Sapru, Prayagraj, negara bagian Uttar Pradesh, India, 12 Oktober 2022. India tengah digegerkan penyebaran kuman super (superbug) yang resisten antibiotik setahun belakangan. Tren penyebaran yang mengkhawatirkan membuat para ahli menilai kuman super ini bisa menjadi pandemi, perlu diatasi segera. (Sumber: Rajesh Kumar Singh/Associated Press)

NEW DELHI, KOMPAS.TV - India tengah digegerkan penyebaran “kuman super” (superbug) yang resisten antibiotik setahun belakangan. Tren penyebaran yang mengkhawatirkan membuat para ahli menilai kuman super ini bisa menjadi pandemi, perlu diatasi segera.

Para ahli di India dibikin khawatir usai terjadinya peningkatan resistensi antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) yang cukup signifikan dalam kurun setahun.

Laporan tahunan Indian Council of Medical Research (ICMR) menyebut resistensi antimikroba di India terdeteksi meningkat 10% setahun belakangan. Krisis kesehatan besar di depan mata, meningkatkan urgensi tindakan pencegahan.

“Level resistensi meningkat lima hingga sepuluh persen setiap tahun untuk antimikroba (antibioitk) dalam spektrum yang luas, yang tingkat penyalahgunaannya tinggi,” kata ahli yang memimpin laporan ICMR, dr. Kamini Walia dikutip Telegraph pada pertengahan September lalu, sepekan usai laporan itu dirilis.

“Resistensi antibiotik berpotensi mengambil bentuk suatu pandemi dalam wakut dekat jika tindakan korektif tidak diambil segera,” lanjutnya. 

Baca Juga: Penelitian di Tbilisi Kembangkan Virus Bakteriofag, Kerjanya Makan Bakteri yang Kebal Antibiotik

Salah satu temuan mengkhawatirkan dalam laporan ICMR adalah resistensi antibiotik dalam kasus pneumonia. Pada 2021, hanya 43% infeksi pneumonia yang bisa dirawat dengan antibiotik lini pertama. Pada 2016, lima tahun sebelumnya, jumlah infeksi pneumonia yang bisa dirawat masih mencapai 65%.

Selain itu, kasus tuberkulosis meningkat 19% pada 2021, sebagian disebabkan oleh peningkatan infeksi resistensi obat berganda atau multi-drug resistant (MDR). Per 2032, diprediksi bahwa 85% kasus tuberkulosis di India tidak akan mempan dirawat dengan obat-obatan biasa.

Resistensi antimikroba atau AMR sendiri diperkirakan merenggut 1,4 juta jiwa di seluruh dunia per tahun, paling parah terjadi di India yang dibayangi lemahnya daya dukung sistem kesehatan.

Per tahun, di India, AMR diprediksi menyebabkan 700.000 orang di India meninggal dunia. Namun, para ahli memperkirakan jumlah aslinya lebih besar karena surveilans kesehatan di negara itu dinilai masih kurang baik.

Kuman super lahir dari konsumsi sembrono antibiotik

Penyalahgunaan antibiotik yang tak terkendali di India disebut-sebut menjadi biang keladi berkembangnya kuman super. Kendati infeksi AMR merupakan fenomena global, tetapi India merupakan titik panasnya.

Kondisi sistem kesehatan India pun membuat perkembangan AMR semakin dikhawatirkan. Negara ini memiliki salah satu sistem kesehatan yang paling kekurangan tenaga dan kekurangan biaya.

Baca Juga: Melawan Resistansi Antimikroba - ZONA INSPIRASI

Rata-rata, hanya satu dari lima klinik kesehatan di daerah rural India yang memiliki dokter. Apoteker dan dokter India pun umum meresepkan antibiotik secara berlebihan.

Selain itu, warga bisa leluasa membeli obat-obatan tanpa resep secara daring atau dari toko swasta.

Pada 2011, sebuah studi yang dilakukan pemerintah India menemukan bahwa lebih dari 50% konsumsi antibiotik di Delhi, salah satu tempat dengan sistem kesehatan terbaik di India, sejatinya tidak diperlukan.

Kualitas antibiotik yang digunakan juga disorot. Pada 2019, ditemukan bahwa lebih dari 47% antibiotik yang dikonsumsi tidak melalui pengujian badan pengawas obat-obatan negara itu.

Dua hal tersebut krusial dalam perkembangan AMR. Pasalnya, jika antibiotik yang dikonsumsi tubuh lemah, bakteri punya kesempatan mengembangkan resistensi hingga kebal dari kekuatan penuh obat-obatan.

Baca Juga: Klaim Moskow: AS Punya Program Riset Patogen di Ukraina, Rusia Terancam Senjata Biologis

Di lain sisi, walau mengkhawatirkan, kesadaran mengenai infeksi AMR di fasilitas kesehatan India disebut masih rendah. Tak sedikit rumah sakit India yang mengabaikan protokol sanitasi. Sehingga, mikroba yang resisten dapat menyebar cepat sebagai infeksi sekunder di kalangan pasien.

AMR juga rawan menyebar ke masyarakat melalui limbah medis. Penegakan hukum lemah membuat banyak rumah sakit dan perusahaan farmasi membuang limbah ke sungai.

Tahun ini, studi yang dilakukan organisasi Toxics Link menemukan bahwa kandungan antibiotik di Sungai Yamuna, salah satu sungai terbesar di India, mencapai tingkat mengkhawatirkan bagi manusia.

Kuman super merajalela di rumah sakit

Potret suram penyebaran kuman super terekam dalam pemantauan infeksi nosokomial atau hospital-acquired infections (HAIs). Penelitian terbaru Healthcare Associated Infection Surveillance (HAI-Surveillance) menunjukkan hal tersebut di ICU-ICU rumah sakit India. HAI-Survillance sendiri adalah badan yang baru dibentuk New Delhi untuk memantau peningkatan resistensi antimikroba.

“ICU adalah tempat panas untuk infeksi nosokomial. Hasil (penelitian) ini menggarisbwahai bahwa kita perlu menetapkan praktik kontrol infeksi rumah sakit yang lebih baik dan mengadopsi praktik kepengurusan yang mengurangi penggunaan antibiotik yang irasional,” kata dr Kamini Walia dikutip Times of India.

Baca Juga: Wabah Kolera Makin Parah di Suriah, Ratusan Orang Terinfeksi, 39 Meninggal Dunia

Dari 120 ruang ICU yang diperiksa, ditemukan kuman super dalam 3.080 sampel darah dan 792 sampel urine. Kuman super terdeteksi dalam 73,3% dari keseluruhan kasus infeksi darah dan 53,1% kasus infeksi urine.

Lebih lanjut, 38,1% pasien infeksi darah dan 27,9%  pasien infeksi saluran urine meninggal dunia dalam kurun 14 hari. Meskipun demikian, penelitian itu menyebut infeksi belum pasti menjadi penyebab langsung kematian.

Penyebaran kuman super membuat fasilitas kesehatan India mesti beralih ke obat-obatan yang lebih mahal. Keberadaan pasien dengan kuman super membuat pihak rumah sakit mesti menggunakan antibiotik yang umumnya hanya digunakan dalam situasi mendesak seperti carbapenem.

India 'perfect storm' kuman super: investasi kesehatan diperlukan segera demi cegah pandemi

Para ahli berpendapat bahwa pemerintah India mesti segera melakukan investasi besar di bidang kesehatan untuk mencegah pandemi kuman super. Jumlah lab-lab diagnostik dan dokter spesialis penyakit menular perlu ditingkatkan. Otoritas pun mesti menekan jumlah infeksi di rumah sakit serta melatih dokter dalam penggunaan antibiotik secara luas.

Baca Juga: Wabah Kolera Telah Bunuh 110 Orang di Malawi Sejak Maret

Jika tidak, pakar kesehatan menyebut ancaman kuman super yang saat ini bisa menjelma pandemi dalam waktu yang tidak lama.

Kondisi India saat ini disebut-sebut menjadi badai yang sempurna (perfect storm) untuk perkembangan kuman super. Pasalnya, antibiotik masih kerap disalahgunakan untuk mengatasi problem yang disebabkan sanitasi dan tingkat kebersihan buruk.

“Ini perfect storm di India sejauh ini. Ada banyak penyakit menular di latar belakang, kurangnya kontrol infeksi, dan banyak konsumsi antibiotik yang tidak dibutuhkan,” kata Ramanan Laxminarayan, direktur lembaga wadah pemikir kesehatan One Health Trust dikutip BBC, 10 Oktober lalu.

Dr. SP Kalantri, pengawas kesehatan Rumah Sakit Kasturba India menyebut padatnya rumah sakit-rumah sakit pemerintah membuat penyalahgunaan antibiotik sulit dikendalikan.

Para dokter kerap kekurangan waktu untuk mengurus pasien secara layak dan mendiagnosis penyakit mereka. Hasilnya, sebanyak 75% resep obat yang dikeluarkan rumah sakit di India adalah antibioitk spektrum luas.

Fenomena itu membuat antibioitik kerap diresepkan untuk penyakit viral seperti dengue dan malaria. Antibiotik juga diresepkan untuk diare dan penyakit saluran pernapasan atas, kendati kurang berarti untuk mengatasinya.

Pandemi Covid-19 pun disebut memperparah keadaan. Keadaan kacau saat sistem kesehatan India diterpa Covid-19 membuat banyak pasien dirawat dengan antibiotik dan justru berdampak merugikan.

Di Rumah Sakit Kasturba sendiri situasi AMR cukup mengkhawtirkan. Dr Kalantri menyebut bahwa obat-obatan utama menjadi kurang efektif mengatasi patogen bakterial yang umum menyebar.

Patogen-patogen itu di antaranya adalah E. coli yang kerap ditemukan pada kotoran manusia dan hewan; Klebsiella pneumoniae, penyebab pneumonia; dan Staphylococcus aureus yang mematikan.

Dokter menemukan bahwa sejumlah antibiotik utama kurang dari 15% efektif menghadapi infeksi yang disebabkan patogen-patogen tersebut.

Kemunculan patogen yang resisten obat berganda, Acinetobacter baumannii membuat situasi semakin mengkhawatirkan. Patogen ini menyerang paru-paru pasien ICU yang dipasangi alat bantu hidup.

“Karena hampir semua pasien kami tidak bisa membeli antibiotik yang lebih tinggi, mereka menghadapi ancaman nyata kematian ketika mereka terjangkiti pneumonia yang terkait ventilator di ICU,” kata dr Kalantri.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) sendiri telah menetapkan resistensi antimikroba atau AMR sebagai ancaman kesehatan global yang berkembang. WHO menetapkan AMR sebagai salah satu dari 10 ancaman kesehatan masyarakat teratas yang dihadapi umat manusia.

“Tanpa antimikroba yang efektif, keberhasilan pengobatan modern dalam menyembuhkan infeksi, termasuk selama operasi besar dan kemoterapi kanker, menghadapi risiko yang meningkat,” demikian keterangan WHO di laman resminya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Sebut Pencabutan Status Pandemi Bisa Dilakukan dalam Waktu Dekat!

 

 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Telegraph/Times of India/BBC


TERBARU