> >

"Saya Tidak Mau Mati", Kisah Mereka yang Kabur dari Rusia untuk Hindari Mobilisasi Perang Ukraina

Krisis rusia ukraina | 23 September 2022, 06:40 WIB
Warga Rusia yang baru tiba di Yerevan, Armenia, pada 21 September 2022. (Sumber: AFP via Straits Times)

YEREVAN, KOMPAS.TV - Dmitri terbang ke Armenia hanya menggendong satu tas kecil, meninggalkan istri dan anak-anaknya, menambah ribuan orang yang kabur dari Rusia untuk menghindari bertugas dalam perang melawan Ukraina.

"Saya tidak ingin pergi berperang," kata Dmitri seperti dikutip Straits Times, Kamis (22/9/2022). "Saya tidak ingin mati dalam perang yang tidak masuk akal ini. Ini adalah perang saudara."

Keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin minggu ini untuk memobilisasi beberapa ratus ribu tentara cadangan memicu eksodus baru melintasi perbatasan negara itu.

"Situasi di Rusia akan membuat siapa pun ingin pergi," kata pendatang baru lainnya, Sergei, 44 tahun, yang datang bersama putranya yang masih remaja.

Tampak tersesat dan kelelahan di bandara Armenia, dia membenarkan mereka kabur "karena mobilisasi", tetapi mereka menolak untuk memberikan nama lengkap. "Kami memilih untuk tidak menunggu dipanggil," kata putranya, Nikolai, 17 tahun. "Saya tidak panik, tetapi saya merasakan ketidakpastian ini," tambahnya.

Itu adalah sentimen yang dimiliki oleh orang Rusia lainnya yang tiba dari penerbangan yang sama ke Yerevan.

"Adalah salah untuk berperang di abad ke-21," kata Alexei, 39, seperti dikutip Straits Times. Dia tidak yakin apakah dia bisa kembali ke Rusia, tambahnya. "Semua tergantung pada situasinya."

Baca Juga: Putin Mobilisasi Militer, Indonesia Minta Senjata Nuklir Tak Digunakan dalam Perang Rusia-Ukraina

Mobil yang datang dari Rusia menunggu di pos pemeriksaan perbatasan antara Rusia dan Finlandia dekat Vaalimaa, pada 22 September 2022. Keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin minggu ini untuk memobilisasi tentara cadangan dilaporkan memicu eksodus baru melintasi perbatasan negara itu. (Sumber: AFP via Straits Times)

Informasi Palsu

Pria usia militer merupakan mayoritas dari mereka yang tiba pada penerbangan terakhir dari Moskow ke Yerevan. Banyak yang enggan berbicara. Yerevan menjadi tujuan utama bagi orang Rusia yang melarikan diri sejak perang dimulai pada 24 Februari.

Sejak itu, Armenia mengatakan setidaknya 40.000 orang Rusia tiba di negara kecil Kaukasus itu, yang pernah menjadi bagian dari Uni Soviet. Hampir 50.000 orang Rusia melarikan diri ke negara tetangga Georgia, seperti ditunjukkan statistik nasional dari bulan Juni.

Kremlin hari Kamis menepis laporan "palsu" bahwa orang-orang Rusia yang memenuhi syarat untuk dimobilisasi bergegas untuk keluar. "Banyak informasi palsu muncul tentang ini," kata juru bicara Dmitry Peskov.

Tetapi penerbangan dari Rusia hampir sepenuhnya dipesan untuk minggu depan ke kota-kota di negara-negara bekas Soviet terdekat seperti Armenia, Azerbaijan, Georgia, Kazakhstan, Kirgistan, dan Tajikistan.

Perintah mobilisasi parsial tentara tempur dari Putin tidak hanya memicu tanda untuk keluar Rusia, namun ada juga protes.

Polisi menangkap lebih dari 1.300 orang pada hari Rabu pada unjuk rasa menentang mobilisasi di seluruh Rusia, menurut satu kelompok pemantau protes, OVD-Info. Di jejaring sosial, ada kekhawatiran Rusia akan menutup perbatasannya.

Tetapi Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser mengatakan pada hari Kamis bahwa para pembelot Rusia bisa "mendapatkan perlindungan internasional" di negaranya.

Baca Juga: Konflik Rusia dan Ukraina Memanas, Indonesia Masih Lakukan Penilaian terkait Eskalasi

Antrean mobil Rusia di perbatasan Georgia, 21 September 2022. Keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin minggu ini untuk memobilisasi tentara cadangan dilaporkan memicu eksodus baru melintasi perbatasan negara itu. (Sumber: Straits Times)

Hampir Tidak Ada yang Mendukung Perang

Otoritas perbatasan Finlandia mengatakan pada hari Kamis bahwa mereka mengalami peningkatan lalu lintas dari Rusia menyusul pengumuman Putin. Tetapi ia menekankan arus masuk masih pada tingkat yang relatif rendah.

Di perlintasan perbatasan Vaalimaa di Finlandia, terlihat antrean mobil sepanjang sekitar 150 meter pada Kamis sore. "Sibuk di pagi dan malam hari, tapi sekarang mulai tenang," kata Elias Laine, seorang penjaga perbatasan di sana kepada AFP.

Seorang manajer proyek berusia 23 tahun dari Moskow mengatakan mobilisasi mendorong rencananya untuk meninggalkan Rusia pada Oktober. "Saya memenuhi syarat untuk dipanggil," jelasnya.

"Beberapa orang melakukan protes karena mereka tidak akan rugi apa-apa. Yang lain mencari undang-undang dan berbicara dengan pengacara untuk mengetahui apakah mereka dapat wajib militer," katanya.

Dan di Yerevan, seorang warga Rusia lainnya yang berhasil keluar mengatakan dia "terkejut" dengan pengumuman mobilisasi Putin.

"Hampir tidak ada yang mendukung perang," katanya. "Ini semua sangat menyakitkan. Aku ingin semua ini segera berakhir." Dia menolak memberikan nama depan atau belakangnya, dengan alasan masalah keamanan.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Straits Times


TERBARU