> >

Presiden Iran Ebrahim Raisi Tegaskan Iran Serius Hidupkan Kembali Kesepakatan Nuklir

Kompas dunia | 22 September 2022, 02:05 WIB
Presiden Iran Ebrahim Raisi hari Rabu (21/9/2022) menegaskan Iran serius ingin menghidupkan kembali kesepakatan untuk membatasi program nuklirnya, tetapi mempertanyakan apakah dapat memercayai komitmen Amerika Serikat. (Sumber: AP Photo/Mary Altaffer)

Baca Juga: Penasihat Biden: Kami Tak Terkejut Gelombang Kerusuhan Melanda Iran, Kebijakannya Tak Sesuai HAM

Motor polisi dibakar massa dalam aksi demonstrasi memprotes kematian Mahsa Amini di Teheran, Iran, Senin (19/9/2022). (Sumber: Associated Press)

Mengenakan sorban hitam tradisional yang diidentikkan dengan ulama Syiah, Raisi juga mengatakan kepada para pemimpin yang berkumpul bahwa Iran ingin memiliki "hubungan yang luas dengan semua tetangga kita" - sebuah referensi yang jelas untuk musuh Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya di wilayah tersebut.

Arab Saudi dan Iran telah mengadakan sejumlah pembicaraan langsung sejak Presiden AS Joe Biden menjabat, meskipun ketegangan tetap tinggi di antara keduanya.

Sementara itu, Uni Emirat Arab baru-baru ini membuka kembali kedutaannya di Teheran dan mengirim seorang duta besar ke sana.

Raisi juga menyesalkan sanksi yang dijatuhkan pada Iran, menyebutnya sebagai "hukuman terhadap rakyat Iran."

Sanksi Barat menggerogoti cadangan Iran dan memperburuk inflasi di negara itu, yang mencapai 40 persen tahun lalu.

Selama musim panas, mata uang Iran mencapai level terendahnya terhadap dolar AS.

Baca Juga: Pemerintah Iran Klaim Kerusuhan Terkait Kematian Mahsa Amini Dikompori Asing, 3 WNA Ditangkap

Presiden Iran Ebrahim Raisi menghadiri upacara di Teheran, Senin (19/9/2022) sebelum bertolak ke New York, Amerika Serikat (AS) untuk berbicara dalam pertemuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). (Sumber: Vahid Salemi/Associated Press)

Pidato Raisi datang pada saat yang sensitif secara politik di Iran.

Para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi dalam beberapa hari terakhir di kota-kota di seluruh negeri, termasuk ibu kota, atas kematian seorang wanita berusia 22 tahun yang ditahan oleh polisi moral karena diduga melanggar aturan berpakaian yang diberlakukan secara ketat di Republik Islam.

Raisi telah menyampaikan belasungkawa kepada keluarga perempuan yang tewas itu dan menjanjikan penyelidikan, sementara pejabat Iran lainnya menuduh negara asing yang tidak disebutkan namanya memanfaatkan insiden itu untuk memicu kerusuhan.

Kematiannya memicu kemarahan yang lama membara di antara banyak orang Iran, terutama kaum muda, pada ulama yang berkuasa di negara itu.

Raisi, yang terpilih tahun lalu dalam pemungutan suara dengan jumlah pemilih yang rendah dan beberapa kandidat didiskualifikasi, digambarkan sebagai anak didik Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

Tahun 2019, Raisi dijatuhi sanksi oleh AS sebagian atas keterlibatannya dalam eksekusi massal ribuan tahanan politik pada 1988, sedikit lebih dari satu dekade setelah Revolusi Islam 1979 menggulingkan syah negara itu dan mengantarkan sistem yang dipimpin teokratis saat ini.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/ Associated Press


TERBARU