> >

Takut Kena Sanksi AS, Filipina Batal Beli Helikopter Rusia

Kompas dunia | 27 Juli 2022, 16:54 WIB
Ilustrasi. Filipina resmi membatalkan kontrak pembelian helikopter dari Rusia. (Sumber: Kementerian Pertahanan Rusia via AP)

MANILA, KOMPAS.TV - Mantan Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mengatakan negaranya batal membeli helikopter Rusia karena takut akan sanksi Amerika Serikat (AS).

"Kita bisa menghadapi sanksi," terng Lorenzana, Selasa (26/7/2022) malam, kepada Associated Press.

Bulan lalu Filipina mendapat persetujuan Presiden Rodrigo Duterte untuk membeli helikopter Mi-17 senilai 227 juta dolar atau sekitar Rp3,4 triliun.

Lorenzana mengatakan, pejabat keamanan AS mengetahui transaksi itu, lalu menawarkan helikopter serupa untuk dipakai militer Filipina.

Duta Besar Filipina untuk Washington Jose Manuel Romualdez mengonfirmasi mengatakan hal serupa.

Menurut Romualdez, sanksi atas kesepakatan Filipina-Rusia bisa datang dari undang-undang federal AS yang dikenal dengan Countering America's Adversaries Through Sanctions Act.

Baca Juga: Gempa M 7,3 Guncang Filipina: Bangunan Rusak, Longsor dan Operasional Kereta Api Dihentikan

Berdasar perjanjian, helikopter dari Rusia sedianya dijadwalkan tiba di Filipina dua tahun ke depan.

Lorenzana menyebut pembayaran awal telah dilakukan pada Januari 2022, tetapi belum jelas konsekuensi atas batalnya pembelian itu.

Kesepakatan untuk membeli helikopter Rusia merupakan salah satu dari sekian kontrak pembelian inventaris militer yang ditandatangani Duterte jelang akhir jabatannya sebagai presiden.

Februari lalu, Lorenzana menandatangani kontrak senilai 571 juta dolar untuk mengakuisisi 32 helikopter S-70i Black Hawk dari Polandia, pembelian alat militer terbesar yang pernah ditandatangani sepanjang pemerintaan Duterte.

Baca Juga: Usai Zelensky Kunjungi DPR AS, Ukraina Dapat Tambahan Pasokan Rudal HIMARS

Diketahui, Filipina yang dikenal sebagai salah satu negara minim dana militer sedang berjuang memodernisasi alutsista.

Manila dinilai butuh banyak kekuatan untuk menghadapi pemberontakan teroris dan komunis yang sudah berlangsung sepanjang beberapa dekade.

Negara itu juga perlu mempertahankan wilayah di Laut Cina Selatan yang selama ini menjadi ladang sengketa bagi negara-negara di kawasan itu.

Baca Juga: Krisis Energi, Ukraina Minta Gas Gratis ke Amerika Serikat


 

Penulis : Rofi Ali Majid Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU