> >

Putus Asa, Korban Selamat Gempa Afghanistan Menggali dengan Tangan Mencari Kerabat di Reruntuhan

Kompas dunia | 23 Juni 2022, 17:29 WIB
Warga Afghanistan mengevakuasi korban luka akibat gempa di provinsi Paktika, Afghanistan timur, Rabu (22/6/2022). (Sumber: Bakhtar News Agency via AP)

GAYAN, KOMPAS.TV — Warga Afghanistan yang selamat tampak putus asa menggali reruntuhan dengan tangan kosong mencari kerabat di reruntuhan rumah mereka, Kamis (23/6/2022).

Pemandangan yang mengiris hati itu banyak terlihat di desa-desa di Afghanistan timur yang hancur menjadi puing-puing oleh gempa kuat yang menewaskan sedikitnya 1.000 orang itu. 

Sementara, Associated Press melaporkan, penguasa Taliban dan komunitas internasional berjuang memobilisasi dan bergerak membantu para korban bencana.

Di distrik Gayan di Provinsi Paktika, penduduk desa berdiri di atas batu bata lumpur yang dulunya rumah mereka. Yang lain dengan hati-hati berjalan melalui lorong-lorong tanah, mencengkeram dinding yang rusak dengan balok kayu terbuka untuk membuat jalan mereka.

Gempa pada Rabu (22/6) dini hari itu adalah yang paling mematikan di Afghanistan dalam dua dekade terakhir. Para pejabat mengatakan, jumlah korban bisa meningkat. Diperkirakan, lebih dari 1.000 warga tewas dan 1.500 lainnya dilaporkan terluka, kata kantor berita pemerintah.

Bencana yang ditimbulkan oleh gempa berkekuatan 6 Skala Richter itu kian menyengsarakan Afghanistan. Di negara itu, jutaan orang tengah menghadapi kelaparan dan kemiskinan, sementara sistem kesehatan runtuh sejak Taliban merebut kembali kekuasaan hampir 10 bulan lalu, menyusul penarikan diri AS dan NATO.

“Kami meminta dari Imarah Islam dan seluruh negeri untuk maju dan membantu kami,” kata seorang korban selamat yang bernama Hakimullah. "Kami tidak memiliki apa-apa, bahkan tenda untuk ditinggali."

Tingkat kehancuran penuh di antara desa-desa yang terselip di pegunungan itu lambat terungkap.

Pengambilalihan Taliban menyebabkan terputusnya pembiayaan internasional penting. Hal itu diperparah dengan tindakan sebagian besar negara yang menghindari pemerintah Taliban.

Bagaimana dan apakah Taliban mengizinkan dunia menawarkan bantuan masih menjadi tanda tanya, karena penyelamat tanpa alat berat menggali puing-puing dengan tangan kosong.

Baca Juga: Gempa Afghanistan, Taliban Langsung Temui Perwakilan Organisasi Kerjasama Islam Dunia

Sejumlah pria berdiri di sekitar jenazah korban gempa di Desa Gayan, Provinsi Paktika, Afghanistan, Rabu (22/6/2022). (Sumber: AP Photo/Ebrahim Nooroozi)

Jalan-jalan yang sudah rusak dan sulit untuk dilalui saat sebelum gempa, mungkin telah rusak parah. Tanah longsor akibat hujan baru-baru ini membuat akses menjadi lebih sulit. Sedikitnya 11 orang tewas dalam banjir dan longsor.

Sementara bangunan modern bisa bertahan dari gempa, rumah-rumah berlumpur dan bata di Afghanistan serta pegunungan yang rawan longsor membuat gempa seperti itu bahkan lebih berbahaya.

Tim penyelamat bergegas masuk dengan helikopter. Tetapi, upaya bantuan terhambat oleh eksodus banyak lembaga bantuan internasional dari Afghanistan setelah pengambilalihan Taliban Agustus lalu. Selain itu, sebagian besar pemerintah khawatir berurusan langsung dengan Taliban.

Taliban tidak secara resmi meminta agar PBB memobilisasi tim pencarian dan penyelamatan internasional. Atau, mendapatkan peralatan dari negara-negara tertangga demi melengkapi sejumlah ambulans dan helikopter pihak berwenang Afghanistan. Ini, kata wakil khusus PBB untuk Afghanistan, Ramiz Alakbarov, mencerminkan kerja yang kacau antara Taliban dan seluruh dunia.

Namun, para pejabat dari beberapa badan PBB mengatakan, Taliban memberi mereka akses penuh ke daerah terdampak gempa.

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid menulis di Twitter, delapan truk makanan dan kebutuhan lainnya dari Pakistan tiba di Paktika.

Zabihullah pada Kamis (23/6) juga mengatakan, dua pesawat bantuan kemanusiaan dari Iran dan satu lagi dari Qatar telah tiba di negara itu.

Bisa jadi, memperoleh lebih banyak bantuan internasional secara langsung lebih sulit. Pasalnya, banyak negara, termasuk Amerika Serikat (AS), menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Afghanistan melalui PBB dan organisasi semacam itu. Tujuannya, menghindari menyerahkan uang ke tangan Taliban.

Baca Juga: PBB Mulai Kerahkan Bantuan, Korban Tewas Gempa Afghanistan Tembus 1.000 orang

Warga terlihat berupaya mencari korban selamat di kegelapan di desa Gyan, di provinsi Paktika, Afghanistan, Rabu (22/6/2022). Gempa bumi dahsyat mengguncang wilayah pegunungan Afghanistan timur Rabu pagi. (Sumber: AP Photo/Ebrahim Nooroozi)

Dalam buletin berita Kamis, televisi pemerintah Afghanistan menyatakan Presiden AS Joe Biden menyampaikan belasungkawa atas gempa bumi dan  menjanjikan bantuan.

Biden pada Rabu (22/6) memerintahkan, "USAID dan mitra pemerintah federal lainnya mengukur opsi bantuan AS untuk membantu mereka yang paling terkena dampak," kata pernyataan Gedung Putih.

Gempa itu berpusat di Provinsi Paktika, sekitar 50 kilometer barat daya Khost, menurut Departemen Meteorologi Pakistan. Para ahli memperkirakan kedalamannya hanya 10 kilometer. Gempa dangkal cenderung menyebabkan lebih banyak kerusakan.

Jumlah korban tewas yang dilaporkan oleh kantor berita Bakhtar sama dengan gempa tahun 2002 di Afghanistan utara. Gempa itu adalah yang paling mematikan sejak 1998, ketika gempa bumi yang juga berkekuatan 6,1 skala Richter dan getaran berikutnya di timur laut terpencil menewaskan sedikitnya 4.500 orang.

Sementara, gempa pada Rabu (22/6) kemarin terjadi di wilayah yang rawan tanah longsor, dan banyak bangunan tua yang berstruktur lebih lemah.

Di distrik Speray Provinsi Khost yang bertetangga, yang juga mengalami kerusakan serius, para lelaki berdiri di atas tempat yang dulunya merupakan rumah lumpur. Gempa telah merobek balok kayunya. Orang-orang duduk di luar di bawah tenda darurat yang terbuat dari selimut yang tertiup angin.

Para penyintas dengan cepat mempersiapkan jenazah-jenazah di distrik itu, termasuk anak-anak dan bayi untuk dimakamkan. Para pejabat khawatir lebih banyak korban tewas akan ditemukan dalam beberapa hari mendatang.

“Sulit untuk mengumpulkan semua informasi yang tepat karena ini adalah daerah pegunungan,” kata Sultan Mahmood, kepala distrik Speray. "Informasi yang kami miliki adalah apa yang kami kumpulkan dari penduduk daerah ini."

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU