> >

Sejarah Hubungan Rusia-Ukraina: Mulai Masa Kekaisaran hingga Terjungkalnya Rezim Sahabat Kremlin

Kompas dunia | 1 Februari 2022, 06:10 WIB
Ilustrasi. Seorang instruktur melatih anggota Pasukan Pertahanan Teritorial Ukraina, unit militer sukarelawan Angkatan Bersenjata, di sebuah taman kota di Kyiv, Ukraina, Sabtu, 22 Januari 2022. Hubungan Rusia dan Ukraina diliputi ketegangan sedekade terakhir hingga terancam perang beberapa bulan terkini.  (Sumber: AP Photo/Efrem Lukatsky)

Di lain sisi, Rusia dan Ukraina juga berselisih perihal pasokan gas. Moskow menuduh Kyiv ingin bersekutu dengan Barat sekaligus mengeksploitasi gas murah Rusia.

Situasi kedua negara pun masam ketika Perang Ossetia Selatan, konflik yang melibatkan Georgia, Rusia, serta kelompok separatis yang didukung Moskow.

Kremlin menuduh Ukraina mengirimkan senjata dan pakar militer ke Georgia. Namun, penjualan senjata kemudian terbukti tidak terkait konflik, tetapi sesuai kontrak jual-beli yang ditandatangani Ukraina dan Georgia sebelum perang.

Baca Juga: Rusia Disebut Kian Dekat Serang Ukraina, Telah Tempatkan Pasokan Darah di Perbatasan Ukraina

Hubungan Rusia dan Ukraina kemudian berubah erat pada era Presiden Viktor Yanukovych pada 2010. Sejumlah pengamat bahkan menyebut Yanukovych adalah presiden Ukraina yang paling pro-Rusia.

Penggulingan Yanukovych, Aneksasi Krimea, hingga Ancaman Perang

Pemerintahan Yanukovych menyetujui berbagai kerja sama strategis dengan Rusia. Salah satunya adalah mau menyewakan pangkalan militer untuk Rusia di Sevatospol, kota terbesar di Krimea sekaligus salah satu pelabuhan terpenting di Laut Hitam.

Sebaliknya, Yanukovych membuat hubungan Ukraina dengan Uni Eropa merenggang. Sang presiden menolak menandatangani perjanjian politik dan perdagangan bebas dengan blok negara-negara Eropa itu pada 2013.

Di dalam negeri, kebijakan Yanukovych disambut protes besar-besaran. Demonstrasi berlangsung selama berbulan-bulan dan memakan korban jiwa.

Krisis politik membuat parlemen Ukraina merencanakan voting pemakzulan Yanukovych. Sang presiden kabur dari Kyiv menjelang voting.

Situasi kemudian berbalik. Suksesor Yanukovych menandatangani perjanjian dengan Uni Eropa dan “membersihkan” anasir-anasir rezim sebelumnya dari pemerintahan.

Sejak itu, Ukraina lebih condong ke Barat dan memicu perselisihan dengan Rusia. Etnis Rusia di dalam negeri pun tidak terima dengan pemakzulan Yanukovych.

Pasukan Rusia menyerbu Krimea dan memicu referendum. Krimea memproklamasikan negara sendiri sebelum dianeksasi Rusia.

Gerakan separatis lain kemudian pecah di kawasan Donbass. Pihak separatis pro-Rusia memproklamasikan diri keluar dari Ukraina.

Hubungan Rusia-Ukraina semakin tegang seiring keinginan Kyiv bergabung NATO. Moskow sejak dulu menegaskan tidak mau NATO menerima anggota negara-negara bekas Uni Soviet.

Serangkaian pertemuan diplomatik tingkat tinggi digelar untuk meredakan ketegangan tersebut. Namun, belum ada kesepakatan berarti yang dicapai.

NATO masih bersikeras melakukan ekspansi. Sedangkan Rusia menolak membubarkan konsentrasi pasukan hingga keinginannya dipenuhi.

Baca Juga: Bersiap Lawan Rusia, Pasukan Rakyat Ukraina Berlatih Perang dengan Senapan Kayu


 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU