> >

Penjualan Ganja Melonjak Tajam di Kedai Kopi Kota Den Haag Belanda akibat Lockdown Ketat Covid-19

Kompas dunia | 11 Desember 2021, 08:58 WIB
Kedai kopi penjual ganja di Den Haag Belanda mengatakan, mereka justru untung besar dari pembatasan sosial ketat akibat Covid-19, tentu saja dari penjualan ganja untuk dibawa pulang. (Sumber: Straits Times)

DEN HAAG, KOMPAS.TV – No Limit Coffeeshop atau Warkop No Limit di Den Haag, pelanggan mengalir masuk dan keluar tanpa henti, saat perdagangan ganja berkembang pesat ditengah pembatasan Covid-19 di Belanda.

Entah untuk meredakan kecemasan atau menghilangkan kebosanan selama dua tahun terakhir, banyak pembeli mengatakan konsumsi ganja mereka meningkat selama pandemi.

"Covid-19 baik untuk kami," senyum Carmelita, bos No Limit yang meminta nama lengkapnya tidak dipublikasikan.

Sebelum pandemi Covid-19, toko yang dikelola Carmelita memiliki 300 hingga 350 pelanggan sehari. Sekarang ada 500 pelanggan setiap hari yang membeli ganja di warung kopinya.

"Satu-satunya profesi yang senang dengan Covid-19 adalah kedai kopi," kata Carmelita kepada AFP seperti dilansir France24.

Ketika Belanda pertama kali melakukan lockdown pada Maret 2020 terjadi adegan 'panik ganja', dimana antrian panjang mengular di luar kedai kopi untuk membeli ganja demi kecukupan suplai di rumah saat lockdown.

Sementara akses ke bar, restoran, dan klub malam sangat terbatas, kedai kopi tetap buka, namun sebagian besar pelanggan belanja untuk dibawa pulang.

Diketahui sejak 1976, Belanda memang mengizinkan masyarakatnya merokok ganja dan hashish, serta produk lain yang dapat dibeli di kedai kopi.

Den Haag, pusat pemerintahan Belanda, memiliki sekitar 30 kedai kopi yang menjual ganja.

"Sebelumnya, mereka pergi ke diskotik. Tapi sekarang semuanya tutup, jadi sekarang mereka tinggal di rumah, dan mereka lebih banyak mengganja," kata Carmelita seraya menambahkan pelanggannya termasuk banyak ibu rumah tangga, yang membeli ganja untuk tidur nyenyak.

"Tidak ada yang bisa dilakukan di kota, jadi Anda hanya mengganja bersama dengan teman-teman," kata Sophia Dokter, 18 tahun, yang dulu menggunakan ganja dua atau tiga kali seminggu, tetapi sekarang menjadi enam atau tujuh kali.

Baca Juga: Anggota Polisi Kecelakaan, Pistolnya Dicuri Pemuda Ini dan Ditukar dengan Ganja

Lewat fitur Uber Eats, pengguna Uber di Ontario, Kanada, kini bisa memesan ganja untuk rekreasi yang dijual oleh perusahaan Tokyo Smoke (23/11/2021). Sementara, lockdown justru bikin penjualan ganja melonjak di Den Haag Belanda. (Sumber: Forbes )

Lewat survei yang dilakukan Trimbos, sebuah lembaga penelitian tentang kesehatan mental dan kecanduan, menemukan 90 persen pengganja di Belanda menggunakan ganja lebih banyak sejak awal pandemi. 

Tak tanggung-tanggung, tiga perempatnya mengganja setiap hari.

"Jadi ini bukan tentang orang yang ingin mabuk, atau ingin melarikan diri (dengan mengganja). Ini lebih merupakan cara untuk mengatasi kecemasan sehari-hari," kata Stephen Snelders, seorang sejarawan penggunaan narkoba.

"Perubahan serupa dalam penggunaan tembakau dan opium terlihat dalam wabah wabah bersejarah di Belanda," tambah dia.

Selama tekanan pandemi, "liburan otak kecil selalu menyenangkan," kata Gerard Smit bersetuju. Smit menjalankan kedai kopi Cremers di Den Haag.

"Tidak ada salahnya mengganja satu (linting) saat Anda menonton Netflix."

Namun, pembatasan Covid-19 membuat banyak ruang mengganja di kedai kopi menjadi kosong melompong, padahal sebelum pandemi dipenuhi asap ganja.

"Kami berkawan, tapi kami tidak saling berbagai linting lagi," kata Smit.

Perdagangan sibuk di Waterworld, sebuah kedai kopi lain di Den Haag. Berbagai jenis ganja dengan nama yang menggugah seperti 'fruti punch', 'gelato' atau 'amnesia haze' dipajang dalam wadah plastik besar.

"Hati-hati, hanya tiga orang sekaligus (dalam satu waktu boleh berada) di dalam!" kata Mesut Erdogan, seorang kasir.

Sebuah tanda di pintu mengatakan "Untuk menghentikan penyebaran virus Covid-19, area merokok ditutup sampai pemberitahuan lebih lanjut."

Baca Juga: Thailand Perkenalkan Pizza Ganja, Legal tapi Tak Bikin Mabuk

Crazy Happy Pizza, pizza bercita rasa unik dengan sehelai daun ganja goreng di atasnya. Sementara, lockdown justru bikin penjualan ganja melonjak di Den Haag Belanda. (Sumber: AP Photo/Sakchai Lalit)

"Tidak ada yang datang lagi" untuk mengganja, kata Abdoel Sanhaji, yang juga presiden Alliance of The Hague Coffeeshops atau Aliansi Kedai Kopi Den Haag.

Dia mengatakan dirinya menghormati aturan pembatasan Covid-19, tetapi berharap ada perubahan aturan ketika pandemi berakhir.

Dalam paradoks yang bernuansa semesta pengganja, pemerintah Belanda telah men-dekriminalisasi konsumsi dan penjualan ganja, tetapi sisa rantai pasokan tetap ilegal.

Ganja, yang dijual oleh kedai kopi per kilonya setiap hari, dan untuk itu mereka membayar pajak, secara efektif masih dilarang di Belanda, demikian juga pembudidayaan ganja.

"Kami ilegal untuk hampir semua hal, kecuali untuk membayar pajak," canda Carmelita.

"Covid tidak akan berdampak pada kebijakan narkoba kami," kata John Peter Kools dari institut Trimbos.

"Bahkan Covid-19, selama 18 bulan pandemi, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan perdebatan sengit selama 30 tahun (tentang ganja)."

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada

Sumber : France24


TERBARU