> >

Malaysia Bangun Gedung Tertinggi Kedua Dunia, tapi Malah Dikritik Warganya

Kompas dunia | 3 Desember 2021, 17:24 WIB
Malaysia tengah merampungkan pembangunan gedung pencakar langit yang diberi nama Merdeka 118 di Kuala Lumpur. Menara setinggi 678,9 meter ini akan menjadi gedung tertinggi kedua dunia. Namun, pembangunan yang menghabiskan ongkos sekitar Rp21,6 triliun itu justru dikritik warganya. (Sumber: Bernama via The Straits Times)

KUALA LUMPUR, KOMPAS.TV – Malaysia akan segera menyelesaikan pembangunan gedung pencakar langit yang diberi nama Merdeka 118. Namun, pembangunan gedung yang disebut-sebut bakal menjadi gedung tertinggi kedua dunia itu justru dikritik warganya. 

Warga Malaysia menyerukan agar pemerintah Malaysia berhenti membangun gedung pencakar langit. Ketimbang membangun pencakar langit, pemerintah didesak agar fokus memperbaiki insfrastruktur publik, menekan harga properti yang meroket, serta melestarikan bangunan tua dan situs warisan.

Namun, pada 2010 silam, pemerintah Malaysia mengumumkan proyek pencakar langit berongkos miliaran dolar yang diberi nama ‘Merdeka 118’.  

Pada Rabu (1/12/2021), mengutip Vice, pejabat Malaysia mengonfirmasi bahwa gedung itu akan menjadi gedung tertinggi di Asia Tenggara dan kedua tertinggi dunia setelah Burj Khalifa setinggi 828 meter di Dubai.

Baca Juga: Duh, Omicron Ternyata Sudah Ada di Malaysia sebelum Afrika Selatan Lapor ke WHO

Berlokasi di ibu kota Kuala Lumpur, gedung Merdeka 118 ini akan menjulang setinggi 678,9 meter saat selesai pada 2022. Gedung itu akan menjadi rumah bagi perkantoran, pertokoan, sebuah masjid, dek pengamatan, sebuah hotel dan bahkan sebuah mal berkubah kaca. 

“Ini bukan cuma pencapaian yang hebat di bidang teknik, tapi juga akan memperkuat posisi Malaysia sebagai negara modern dan berkembang,” ujar Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob dalam pidatonya,seperti dikutip dari The Straits Times.

Kegembiraannya tampak jelas saat ia mengatakan tak sabar menanti efek positif dari pencakar langit itu di ibu kota.

Kuala Lumpur sendiri telah memiliki lebih dari 1.900 gedung tinggi, termasuk Menara Kembar Petronas yang pernah menjadi gedung tertinggi dunia dari tahun 1998–2004. 

Namun, antusiasme sang perdana menteri itu justru dikritik warga negeri jiran itu. Mereka mempertanyakan kebutuhan Malaysia akan gedung pencakar langit mahal itu.

Baca Juga: Nyeleneh! Politisi Malaysia Usul Vaksin Covid-19 Buatan Mereka Dinamakan Bossku

Seorang pengguna media sosial Twitter menyindir pembangunan gedung pencakar langit Merdeka 118 di Kuala Lumpur yang tampak kontras dengan kemiskinan di Malaysia. (Sumber: Twitter )

“Gedung tertinggi kedua dunia… di negara miskin,” sindir seorang warga Malaysia di Twitter pekan ini. 

Pengguna Twitter lainnya juga mengatakan, tak ada manfaatnya membangun sebuah gedung pencakar langit ketika ekonomi terpuruk parah dan kemiskinan merajalela.

Proyek pembangunan Merdeka 118 itu juga menuai kritikan saat pertama kali diumumkan lebih dari satu dekade lalu.

Perdana Menteri saat itu, Najib Razak, membela diri dan berkilah bahwa pembangunan Merdeka 118 tak akan sia-sia.

Kini, proyek yang menelan ongkos hingga sekitar 1,5 miliar dolar (sekitar Rp21,6 triliun) itu tampak sangat kontras dengan kondisi ekonomi Malaysia yang tengah berjuang untuk pulih dari resesi akibat pandemi. 

Baca Juga: Dihantui Varian Omicron, Malaysia Terpaksa Tunda Peralihan ke Fase Endemi

Sentimen publik atas pembangunan proyek itu dirangkum seorang pengguna Twitter dengan baik.

“Kami sudah punya cukup pencakar langit yang ingin jadi ikon. Kami ingin infrastruktur kota yang lebih baik, berkurangnya kemacetan,” tulisnya.

Pengacara garis kanan Lim Wei Jiet, yang juga seorang anggota partai politik pimpinan anak muda MUDA, ikut nimbrung menyindir. Ia menyinggung masalah yang lebih mendesak, yakni upah minimum di negeri itu, yang seharusnya lebih tinggi.

“Di KL, sebuah proposal upah minimum 1.200 ringgit Malaysia untuk murid, disambut dengan penolakan keras. Tapi okelah, paling tidak kita punya menara tertinggi kedua di dunia,” tulisnya.

“Malaysia, (mengutamakan) bentuk daripada substansi, selalu,” pungkasnya satir.

 

Penulis : Vyara Lestari Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Vice/The Straits Times


TERBARU